54 Tahun KADIN DKI Jakarta, Pesan John Palinggi: “Jalankan Sepenuhnya Amanat UU NO.1/1987”

Dr. John N. Palinggi, MM., MBA., pengusaha yang telah 45 tahun sukses berbisnis dan aktif dalam berbagai jabatan di sejumlah organisasi nasional

Jakarta, innews.co.id – Perjalanan panjang Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Provinsi DKI Jakarta, hingga mencapai usia ke-54 di tahun ini, patut disyukuri. Wadah ini merupakan payung bagi para pengusaha di Indonesia untuk berkomunikasi dan konsultasi, baik mereka yang bergabung atau tidak.

“Saya amati Ibu Diana Dewi sebagai Ketua Umum KADIN DKI, secara bertahap mampu membangun organisasi ini sebagai tempat nyaman bagi para pengusaha di Ibu Kota, sekaligus menjembatani hubungan kerja sama yang baik dengan Pemerintah Provinsi DKI. Begitu juga dalam hubungan dengan KADIN Pusat, Ibu Diana Dewi cukup diperhitungkan,” ujar Dr. John Palinggi, MM., MBA., pengusaha senior yang telah 45 tahun malang melintang di dunia bisnis dan memegang sejumlah jabatan penting di KADIN ini kepada innews, Selasa (30/11/2021).

John mengapresiasi kinerja Diana Dewi dalam membangun KADIN DKI selama ini yang cukup berhasil merukunkan para pengusaha dengan segala dinamikanya. “Sebagai wanita, Ibu Diana memiliki nyali yang baik untuk memimpin KADIN. Juga dari sisi tampilan usahanya cukup berhasil,” kata John yang juga Dewan Penasihat KADIN DKI ini.

Menurut John, seorang pemimpin di KADIN haruslah pengusaha yang memang benar-benar memiliki usaha yang jelas dan tidak tersangkut kredit macet di bank, apalagi yang sudah tidak punya bisnis lagi. Karena itu menjadi contoh bagi rekan-rekan pengurus dan anggota KADIN lainnya. “Kalau pengusaha cacat etika, tidak memiliki integritas dan moral, maka negara pun akan hancur,” tukas John yang pernah menjabat sebagai Ketua KADIN Kota Samarinda, tahun 1975 dan Ketua KADIN Provinsi Kalimantan Timur, tahun 1981 ini.

Ketua Umum DPP Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distributor Indonesia (Ardin) ini mengingatkan, KADIN harus tetap independen, tidak boleh ‘bermain’ politik atau mencari keuntungan. Ini sesuai dengan amanat UU No. 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri. “Kalau KADIN bermain politik dan mencari keuntungan, dipastikan tidak akan bisa memberi rasa keadilan terhadap semua anggotanya,” tutur John yang pernah menjabat sebagai Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia periode 2010-2015 ini.

Lebih jauh John yang juga mantan pengajar di BIN dan Lemhannas ini mengungkapkan keprihatinannya melihat KADIN harus terbelah. Ada KADIN pimpinan Arsyad Rasyid dan KADIN yang digawangi oleh Oesman Sapta. “Lahirnya KADIN OSO lantaran ada kekecewaan dari banyak pengusaha di daerah karena banyak proyek-proyek di daerah dimonopoli oleh pengurus KADIN Pusat. Dengan kata lain, tidak ada pemerataan. Saya berharap hal ini bisa diselesaikan dan KADIN bisa kembali menjadi wadah tunggal,” bebernya.

Menurutnya, kalau itu tidak diselesaikan dengan cara baik, maka mencoreng nama baik KADIN dan merendahkan martabat pengusaha.

Kedepan, John berharap Pengurus KADIN DKI bisa lebih mengedepankan pembinaan dan konsultasi terhadap para pengusaha agar bisa survive. “Pengusaha harus memiliki daya kelentingan tinggi sehingga mampu mempertahankan usahanya. Sia-sia saja ikut KADIN kalau usahanya bangkrut,” seru John.

Dikatakannya, melalui konsultasi dan pembinaan, maka cakrawala berbisnis para pengusaha tambah luas, daya tahannya pun semakin kuat, keberanian mengambil risiko dalam berbisnis, bukan hanya minta-minta proyek saja.

“Kebanyakan pengusaha di Indonesia kalau untungnya menurun sudah teriak-teriak ke pemerintah. Itu salah besar. Sebagai pengusaha tidak boleh banyak mengeluh, tapi mencari jalan agar bisnisnya tetap eksis,” imbuh John.

John meyakini, dengan menjalankan sepenuhnya amanat UU No. 1/1987, maka KADIN akan tampil sebagai organisasi pengusaha yang dihormati dan disegani, baik oleh pemerintah, masyarakat, dan para pengusaha sendiri. Juga mengawasi perilaku para pengusaha agar tidak cacat etika. “Tidak mudah memimpin KADIN. Karenanya harus lebih berhati-hati dalam berperilaku. Hindari diskriminasi terhadap para pengusaha,” ujarnya mengingatkan.

Diharapkan juga KADIN bisa lebih mengawasi asosiasi-asosiasi. Kalau tidak ada izin resmi, jangan dibiarkan bergabung. “Intinya, KADIN harus mampu menyatukan kebhinnekaan para pengusaha tanpa diskriminasi,” pungkas John. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan