Jakarta, innews.co.id – Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia (DPC Peradi) Jakarta Selatan menggandeng Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual atau disebut Perkumpulan AKHKI, dalam penegakan hukum kekayaan intelektual. Kedua organisasi ini menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait advokasi hukum kekayaan intelektual.
Penandatanganan dilakukan oleh Dr. Suyud Margono Ketua Umum AKHKI dengan Octolin H. Hutagalung Ketua DPC PERADI Jakarta Selatan) pada ‘Workshop Upgrading Skills for Lawyers’ yang diadakan oleh DPC PERADI Jakarta Selatan, di Auditorium Binakarna, Bidakara, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Maret 2023 lalu.
Dijelaskan, penandatanganan MoU ini merupakan bagian dari pelaksanaan program kerja untuk peningkatan kapabilitas pemberian jasa profesional advokat, khusus untuk aspek litigasi dan penegakan hukum Kekayaan Intelektual.
Dalam paparannya, Dr. Suyud Margono menyajikan topik menarik ‘Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Jaminan Fidusia’, di mana ini pemberlakukannya seolah karena adanya Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No 24 tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Padahal ikhwal dasar Kekayaan Intelektual dapat dijaminkan (Objek Jaminan Fidusia) secara normatif telah diberlakukan pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Hak Terkait.
Suyud menguraikan, berdasarkan Pasal 16 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Hak Terkait ditentukan bahwa “Hak Cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia” dan Ketentuan Pasal 108 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2016, “Hak atas paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan Fidusia, yang notabene pemberlakuan dan pelaksanaannya sebagai hukum normatif Jaminan Fidusia.
Suyud melanjutkan, Kekayaan Intelektual sebagai aset (objek) penjaminan (Jaminan Fidusia), diperlukan validitas hubungan pihak-pihak (trust relationship between the parties), khususnya terhadap kewajiban pembayaran hutang dengan jaminan, berdasarkan perjanjian maupun perikatan.
“Sebagaimana dipahami bahwa ketentuan Fidusia berupa norma mengenai pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda (bergerak) sebagai jaminan. Hal mana benda yang dijaminkan tersebut tetap berada pada penguasaan pemilik benda, kemudian penyelesaian sengketa atas peristiwa default event tersebut berupa pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, yang eksekusi atas penetapan Pengadilan Negeri (berdasarkan ketentuan Pasal 30 UU 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia),” terangnya.
Terkait MoU, Suyud menilai, sangat penting bekerjasama dengan profesi terkait dengan perlindungan dan penegakan hukum. Salah satunya dengan Peradi.
Dia menguraikan, Perkumpulan AKHKI sebagai satu-satunya wadah organisasi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2021 tentang Konsultan Kekayaan Intelektual (KI), di mana disebutkan, “Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI) yang telah ada, diakui sebagai organisasi profesi berbentuk Badan Hukum Perkumpulan Konsultan Kekayaan Intelektual Indonesia dan Profesi Konsultan Kekayaan Intelektual wajib berhimpun dalam 1 (satu) wadah organisasi profesi.
Sementara itu, Octolin Hutagalung, dalam sambutannya mengatakan, workshop ini disamping sebagai ajang silahturahmi antara anggota DPC Peradi Jakarta Selatan, juga untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan advokat dan saling berbagi ilmu dan pengalaman dari masing-masing narasumber. “Penandatangganan MoU dengan AKHKI ini merupakan bagian dari pelaksanaan program kerja untuk peningkatan kapabilitas pemberian jasa profesi advokat, khusus untuk aspek litigasi dan penegakan hukum Kekayaan Intelektual,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment