Jakarta, innews.co.id – Bermula dari menjadi pedagang dan melakukan syiar Islam sejak berabad silam, komunitas Arab masuk ke berbagai wilayah di Indonesia. Mereka melakukan asimilasi dengan penduduk Nusantara kala itu. Oleh Pemerintah Hindia Belanda, kelompok yang disebut Hadramaut ini diberi keleluasaan dalam bidang perdagangan, antara lain di Batavia, Semarang, dan Surabaya. Tak heran, mereka berkembang demikian pesat.
Di sisi lain, sejak lama warga pribumi mencurigai kelompok ini bisa menjadi ancaman politik. Tak heran, kaum pribumi kala itu menjadikan kelompok Hadramaut ini sebagai target pembunuhan. Akibatnya, para pendatang asal Arab memilih lari ke Afrika, Persia, dan India untuk menyelamatkan diri.
Di masa penjajahan, Pemerintah Hindia Belanda justru memberi panggung kepada mereka. Semakin lengkap, ketika hadirnya komunitas Arab-Yaman, sekitar abad -19. Sejak dulu, Yaman–khususnya Yaman Utara, rumah bagi berbagai faksi militan-radikal-Islamis-teroris dari berbagai kelompok, aliran, dan mazhab ke-Islaman. Tak hanya itu, dalam sejarahnya, Yaman juga menjadi salah satu basis “kaum kiri” terbesar di Timur Tengah, baik mereka yang berideologi-politik dan berhaluan Komunis, Sosialis, maupun Marxis-Leninis. Bahkan Yaman Selatan dulu pernah menjadi “Negara Komunis” sebelum era unifikasi tahun 1990.
“Harus diakui, kelompok Hadramaut ini cakap dalam mengelola keuangan, sehingga keuntungan mereka berkali lipat. Tak heran, para pedagang Hadramaut menjadi penyumbang besar bagi negara asal mereka. Kenyamanan memperoleh rejeki di negeri ini mengakibatkan banyak keluarga maupun kerabat yang meninggalkan Arab dan pindah ke Nusantara, yang kemudian disebut dengan Indonesia,” kata Putri Simorangkir Ketua Umum Damai Nusantaraku (Dantara) relawan Presiden Jokowi, dalam keterangannya kepada innews, Minggu (13/11/2022).
Putri menilai, saat ini diduga ada upaya yang dilakukan kelompok tersebut untuk menguasai Indonesia dengan menggandeng oknum-oknum pribumi. Bahkan, kaum pribumi didorong untuk menjadi cukong mereka. Pada pilpres lalu, kelompok ini dikenal dengan istilah kadal gurun (kadrun).
Putri menilai, kenyamanan yang diperoleh para kadrun di negeri ini membuat mereka jadi besar kepala. “Kini, diduga mereka berambisi besar menguasai Indonesia dengan merebut kepemimpinan pada Pilpres 2024. Ini yang harus diwaspadai. Apakah kita mau dikuasai oleh para kadrun? Apalagi Presiden Jokowi sudah mengatakan taat pada Konstitusi,” urai Putri.
Kecongkakan kadrun terlihat jelas pada aksi demo 411, beberapa waktu lalu. Dengan angkuhnya menantu Rizieq Shihab mengatakan bahwa mereka adalah majikan kaum pribumi Indonesia. “Kami adalah majikan kalian. Kami adalah pemilik bangsa. Kami adalah pemilik kedaulatan Indonesia,” kata Muhammad Husein bin Alatas lantang diatas mobil komando, Jumat, 4 November 2022 lalu.
Tak hanya itu, para kadrun juga sudah meringsek masuk ke berbagai bidang, bahkan berupaya merubah ideologi negara Indonesia. “Berdesir darah nasionalisme saya setiap kali melihat kearogansian para kadrun. Seolah-olah mereka orang paling benar di negeri ini,” aku Putri miris.
Agenda kadrun, lanjutnya, semakin terbuka dan secara kasat mata bisa dilihat. Di sejumlah daerah mereka merubah peraturan-peraturan daerah sesuai keinginannya. Demikian juga kadrun mengobok-obok bidang pendidikan di Indonesia. Parahnya lagi, di bidang politik, ideologi bangsa pun mau dirubah. “Saya teringat nasihat Bung Karno yang mengatakan, ‘Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jerih lelah pahlawannya’. Kalau demikian, apakah kita mau bangsa ini diporak-porandakan oleh para kadrun? Apa yang diperjuangkan oleh para pahlawan akan sia-sia belaka. Indonesia bisa terhempas, bahkan hilang, bila dikuasai oleh para kadrun,” serunya.
Karenanya Putri mengajak semua anak bangsa yang diyakini masih begitu mencintai bangsa ini dan menginginkan kedamaian hidup di negara ini, untuk sama-sama berjuang melawan para kadrun. “Di era kolonial Belanda, banyak warga Indonesia yang jadi ‘pelacur’ politik. Menjual kedaulatan bangsa demi segelintir uang. Hari ini, kondisi itu pun masih terjadi. Banyak anak bangsa yang rela menjual ideologi negara kepada para kadrun. Ironis memang, banyak anak bangsa yang mau jadi budak kadrun. Padahal, kita adalah pemilik sah negeri ini,” tegasnya.
Belum lagi perilaku kaum keturunan Hadramaut yang suka mengeksploitasi perempuan-perempuan Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum, di daerah Puncak, Jawa Barat, banyak keturunan Arab yang kawin kontrak dengan perempuan pribumi. “Mereka memperlakukan perempuan Indonesia tak ada artinya sama sekali. Itu sama saja melecehkan bangsa kita,” tandas Putri.
Putri mengingatkan bahwa kita adalah pemilik sah negeri ini. Dan, eksistensi kemerdekaan negeri ini diperoleh melalui perjuangan para pahlawan bangsa yang telah mendahului kita. “Saya ingin ditegaskan bahwa Indonesia adalah negeri kita. Mereka hanyalah penumpang. Harusnya mereka bersyukur bisa hidup jauh lebih baik disini daripada di negara asal mereka. “Sebagai pendatang, selama ini mereka terkesan begitu arogan, seenaknya menghina Kepala Negara. Mereka yang suka menghina-hina Pemimpin Negara tidak layak ada di Indonesia,” imbuhnya.
Meski begitu Putri menilai, masih ada juga dari kelompok keturunan Arab-Yaman yang tulus dan menjadi warganegara yang baik. Mau berjuang bersama sama. Mereka adalah saudara kita.
Putri berharap, masih banyak warga bangsa yang aware terhadap kondisi bangsa yang kian memanas jelang tahun politik. “Tahun depan kondisi politik akan kian memanas. Tapi kita gunakan akal sehat untuk dapat memilih pemimpin bangsa yang benae-benar mampu merawat kebhinnekaan bangsa ini, bukan malah menjualnya dan mengganti dengan ideologi lain,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment