APBN Direvisi, Ini Kata Ketum KADIN DKI Jakarta

Hj. Diana Dewi, Ketua Umum KADIN DKI Jakarta

Jakarta, innews.co.id – Perubahan postur anggaran pendapatan belanja negara (APBN) adalah hal yang lumrah, dengan melihat berbagai faktor internal dan eksternal.

“Merubah postur APBN 2023 adalah hal biasa dalam menyikapi kondisi terkini, baik secara nasional maupun internasional. Karena tentu faktor-faktor internal dan eksternal memberi pengaruh, terutama dari sisi pendapatan negara,” jelas Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu (13/11/2023).

Diana menegaskan, “Sebagai pengusaha, kami melihat revisi APBN 2023 ini sebagai bentuk upaya dalam melakukan penyeimbangan neraca keuangan dengan melakukan perubahan, baik pendapatan pajak dan cukai.

Seperti diketahui, target penerimaan perpajakan dalam Perpres 75/2023 ditetapkan sebesar Rp 2.118, 34 triliun atau naik 4,8% dari target awal di Perpres 130/2023 sebesar Rp 2.021,2 triliun.

Peningkatan terlihat dari upaya menggenjot pajak penghasilan (PPh) yang dipatok sebesar Rp 1.049 triliun, pendapatan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN & PPnBM) sebesar Rp 731,04 triliun, pendapatan pajak bumi dan bangunan Rp 26,87 triliun, pendapatan cukai sebesar Rp 227,21 triliun, serta pendapatan pajak lainnya Rp 10,79 triliun. Sedang target penerimaan dari cukai diturunkan dari Rp 245,45 triliun menjadi Rp 227,21 triliun,”

Sementara pajak perdagangan internasional yang terdiri dari pendapatan bea masuk ditargetkan sebesar Rp 53,09 triliun dan pendapatan bea keluar sebesar Rp 19,80 triliun.

Dirinya menyarankan, pemerintah harusnya bisa menjelaskan alasan menaikkan target penerimaan pajak tersebut karena terkait dengan bidang-bidang usaha di dalamnya yang muaranya tetap ke masyarakat sebagai konsumen.

Diana juga mempertanyakan perubahan pada belanja pemerintah pusat yang bersumber dari anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) 2023, yakni dari Rp 349,29 triliun menjadi Rp 405,29 triliun atau naik sebesar 16%. Sementara pembiayaan utang diturunkan dari Rp 696,31 triliun menjadi Rp 421,21 triliun. Di sisi lain, Saldo Anggaran Lebih (SAL) per 10 November 2023, dinaikkan dari Rp 70 triliun menjadi Rp 226,88 triliun.

Di tahun politik ini, sambung Diana, semua hal rentan dijadikan isu-isu yang bisa berdampak pada perekonomian. Pemerintah harusnya lebih bijak dalam membuat langkah-langkah, termasuk melakukan perubahan postur APBN. Kenaikan BUN 2023 sebesar 16% terbilang sangat besar dan patut dipertanyakan peruntukkannya.

“Sebagai pengusaha kami berharap pemerintah bisa mendukung stabilitas ekonomi dan memberi kepastian berusaha, selain tetap mencoba mendorong masuknya investasi di berbagai bidang. Jalan tengah ditengah hiruk pikuknya perpolitikan negeri ini adalah dengan memberi penguatan bidang ekonomi melalui kepastian hukum dan regulasi yang pro pada pertumbuhan ekonomi, bukan sebaliknya,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan