Astaga, Gubes Unhas dan Ketua BP Yayasan Sekolah Teologi Intim Makassar Jadi Tersangka di Polda Metro Jaya

Muhammad Iqbal, Kuasa Hukum Dr. John Palinggi

Jakarta, innews.co.id – Ibarat sudah jatuh ketimpa tangga pula, begitu kira-kira gambaran Prof Marthen Napang (MN) saat ini. Setelah dirinya divonis 6 bulan penjara oleh PN Makassar gegara kasus laporan palsu, kini ia harus berhadapan lagi dengan hukum dalam perkara berbeda di Jakarta. Bahkan dirinya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Melalui suratnya nomor B/3874/VI/RES.1.11/2024/Ditreskrimum, tertanggal 4 Juni 2024, penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) telah menetapkan Profesor Mathen Napang, Guru Besar Universitas Hasanuddin Makassar dan juga Ketua Badan Pengurus Sekolah Tinggi Teologi (STT) Intim Makassar, sebagai tersangka dalam perkara dugaan melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pemalsuan surat putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Ketika dikonfirmasi, Muhammad Iqbal, Kuasa Hukum Dr. John Palinggi, MM., MBA., selaku Pelapor, membenarkan hal tersebut. “Benar, pelaku yang diduga melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pemalsuan, MN, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh PMJ. Dia juga sudah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada Kamis, 13 Juni 2024, sekitar Pukul 10.00 WIB,” jelasnya.

Marthen Napang, lemas mendengar vonis PT Makassar yang menguatkan hukuman PN Makassar, yakni 6 bulan penjara

Dijelaskan, di 2017 silam, MN menemui Dr John Palinggi meminta ruangan untuk kantor. Permintaan tersebut dikabulkan, bahkan diberi fasilitas komputer dan peralatan lainnya. Seiring waktu, MN karena berlatar belakang hukum menawarkan jasa mengurus perkara di MA.

Gayung bersambut, ketika itu John Palinggi tengah terbeban untuk membantu kasus tanah Aky Setiawan yang sudah menjadi orangtua angkatnya, di Kalimantan, yang tengah berproses di MA. Di ruang kerja John, Prof Marthen sempat pamer 12 putusan MA yang telah dimenangkannya. Akhirnya, John Palinggi mempercayakan perkara tersebut kepada Prof Marthen.

Prof Marthen meminta dana operasional pengurusan kasus tersebut kepada John Palinggi. Anehnya, Prof Marthen meminta John untuk mentransfer dana operasional tersebut ke-3 nomor rekening, yakni milik Elsa Novita, Suaeb, dan Sa’dudin. John tetap percaya dan mengirimkan dananya.

Setelah beberapa minggu, Prof Marthen menyatakan putusan sudah keluar dan dikirim ke email John Palinggi. Perkara tersebut menang/dikabulkan oleh Hakim Kasasi. Seminggu setelahnya, John berinisiatif mengecek putusan tersebut ke MA.

“Pihak MA menyatakan bahwa MA tidak pernah mengeluarkan putusan seperti itu berkop MA. Ketika coba diprint-out putusan yang asli, ternyata ditolak/kalah. Disitulah baru Pak John tersadar bahwa selama ini dirinya telah ditipu oleh Prof Marthen Napang,” urai Iqbal.

Kasus ini dilaporkan ke PMJ dan teregister dengan nomor LP/3951/VII/2017/PMJ/Dit Reskrimum tanggal 22 Agustus 2017. “Laporan ini tertangguhkan beberapa waktu. Baru saat ini kembali digulirkan dan MN langsung ditetapkan sebagai tersangka,” imbuhnya.

Ditanya soal keterkaitan dengan perkara Prof Marthen di Makassar, yang kabarnya saat ini dia mengajukan Kasasi ke MA, Iqbal menyatakan, laporan kasus MN di Makassar dan Jakarta merupakan satu kesatuan, hanya tindak pidananya saja yang berbeda.

“Di Makassar, MN dilaporkan oleh John Palinggi karena dinilai telah melakukan laporan palsu. Padahal, Pak John hanya menyurati Dewan Pengawas dan Rektor Unhas mengeluarkan unek-uneknya. Itu dijadikan dasar oleh MN untuk melaporkan Pak John dengan dugaan mencemarkan nama baiknya. Isi surat merupakan fakta dari apa yang dialami oleh Pak John sendiri, bukan sesuatu yang dibuat-buat. Pun Pak John tidak pernah menyebarkan ke publik” paparnya.

Merasa dirinya tercemar, MN melaporkan John Palinggi ke Polrestabes Makassar. Bahkan, John sempat dijadikan tersangka selama 17 bulan, sebelum akhirnya kasusnya dipetieskan karena tidak terbukti terjadi pelanggaran hukum.

Tak puas, MN mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh hakim di PN Makassar. Bahkan, MN menggugat Polda Sulsel dengan tuntutan ganti rugi fantastik sebesar Rp 10 milyar. Setelah itu, baru John melapor balik MN, hingga akhirnya Hakim di PN Makassar memvonis 6 bulan penjara. MN banding, tapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi Makassar.

“Laporan di PMJ merupakan inti dari serangkaian tindak pidana yang dilakukan oleh MN,” tegas Iqbal.

Kasus di PMJ, Prof Marthen Napang diduga telah melanggar Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KUHP, dan Pasal 263 KUHP. Ancaman hukumannya dari ketiga pasal itu bervariasi antara 4-7 tahun.

Soal kemungkinan MN langsung ditahan usai diperiksa Kamis ini, Iqbal menegaskan, itu menjadi kewenangan penyidik. Bila sudah terpenuhi unsur-unsurnya dan melihat ancaman pasalnya, tentu bisa langsung ditahan dengan dalih dikhawatirkan akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.

Seperti banyak mitos, angka 13 kerap disebut sebagai angka sial. Kebetulan waktu pemeriksaan Prof Marthen Napang, juga tanggal 13 Juni. Tanda apakah ini? (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan