Balas Pengwil Jateng, Ini Cuplikan Isi Surat PP INI

Logo Ikatan Notaris Indonesia (INI)

Jakarta, innews.co.id – Secara prinsip Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) tidak setuju dengan penutupan/penghentian sementara akses akun pada AHU Online bagi notaris yang belum melakukan pengkinian data dan registrasi pada aplikasi goAML sampai dengan tanggal 15 Oktober 2021.

“Kami sedang komunikasikan dan diskusikan dengan Kemenhukham dan PPATK,” ujar PP INI dalam surat balasan kepada Pengurus Wilayah Jawa Tengah yang diterima innews, Senin (6/9/2021).

Sebelumnya, Pengwil Jateng menyurati PP INI terkait munculnya surat yang ditandatangani Direktur Perdata Kementerian Hukum dan HAM bernomor AHU.2.UM.01.01-3058 tentang Tindaklanjut Pengumuman Bersama Terkait Registrasi dan Pengkinian Data Notaris pada Aplikasi goAML. Dalam suratnya, Pengwil Jateng menyerukan agar PP INI mensomasi kementerian/lembaga terkait. Juga memerintahkan kepada seluruh notaris se-Indonesia melalui Pengwil dan Pengda, untuk tidak melaksanakan tugas jabatan sampai dengan persoalan tentang goAML selesai tuntas dan tertib.

Dalam surat bernomor 209/24-VIII/PP-INI/2021 tertanggal 30 Agustus 2021, yang ditandatangani Dr. Agung Iriantoro (Ketua), Taufik (Ketua), dan Tri Firdaus Akbarsyah (Sekum), PP INI menerangkan bahwa penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) melalui aplikasi goAML memiliki dasar hukum yang jelas. “Penerapan PMPJ dan penyampaian LTKM tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan jabatan notaris sebagaimana dimaksud oleh UUJN,” kata PP INI.

Karena itu, sambung PP INI, tidak relevan jika notaris tidak melaksanakan jabatannya sesuai yang diperintahkan UUJN. Tindakan tidak melaksanakan jabatan tersebut akan melanggar UUJN dan dapat merugikan kepentingan masyarakat yang memerlukan pelayanan dari notaris.

Disampaikan pula, berdasarkan riset PPATK, advokat, notaris, PPAT, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan rentan dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan cara berlindung dibalik ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan pengguna jasa yang diatur dengan ketentuan perundang-undangan.

Ini juga sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Financial Action Task Force (FATF) yang menyatakan bahwa terhadap profesi tertentu yang melakukan transaksi keuangan mencurigakan untuk kepentingan atau untuk dan atas nama pengguna jasa wajib melaporkan transaksi tersebut kepada Financial Intelligence Unit (PPATK). “Kewajiban pelaporan tersebut telah diterapkan di banyak negara dan memiliki dampak positif terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,” tulis PP INI lagi.

PP INI berharap melalui surat ini, seluruh anggota dan pengurus dapat memiliki pemahaman yang sama. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan