Jakarta, innews.co.id – Vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, terhadap terdakwa Master Parulian Tumanggor bos PT Wilmar Group selama 1 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan pada perkara ekspor crude palm oil (CPO), dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. Pasalnya, jaksa penuntut umum (JPU) tidak bisa membuktikan kesalahan terdakwa. Bahkan, bila dikatakan negara mengalami kerugian hingga Rp18 triliun, hanya asumsi belaka.
“Tidak ada dakwaan jaksa yang terpenuhi. Kalau begitu, artinya, tidak ada kesalahan yang dilakukan klien kami. Dan, sudah seharusnya divonis bebas,” kata Dr. Juniver Girsang Kuasa Hukum Master Parulian Tumanggor, kepada innews, Rabu (11/1/2023).
Juniver lanjut mengatakan, sudah jelas, hingga putusan dibacakan, tidak terbuktinya unsur kerugian negara dalam perkara yang menjerat klien kami. “Bahkan majelis hakim sudah menyatakan tidak ditemukan unsur kerugian perekonomian negara dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng, tahun 2021-2022,” ujarnya.
“Setelah hakim meneliti sesuai ahli perhitungan perekonomian negara ternyata masih bersifat asumsi belum riil atau nyata,” kata Hakim Ketua Liliek Prisbawono Adi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/1/2023) lalu.
Sudah jelas harusnya, sambung Juniver, bahwa kelangkaan minyak goreng bukan karena perbuatan pengusaha, tapi karena kebijakan pemerintah yang melawan pasar dengan menetapkan harga eceran tertinggi (HET).
“Hakim sudah menyebutkan bahwa tidak ada kerugian negara. Kelangkaan minyak goreng terjadi sebagai akibat kebijakan pemerintah yang berubah-ubah. Pelaku usaha dipaksa menjual produknya di bawah harga produksi hal itu membuat pengusaha rugi,” imbuh Juniver.
Menyikapi putusan tersebut, Master Parulian memutuskan banding. “Permohonan banding sudah di daftar kemarin ya,” aku Juniver yang juga Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (DPN Peradi SAI) ini.
Dia menambahkan, putusan yang dibuat seharusnya sesuai dengan fakta, keterangan saksi, dan bukti-bukti yang digelar di persidangan. “Klien kami tidak layak dinyatakan telah melakukan perbuatan hukum, sebab sama sekali tidak terbukti. Yang ada, klien kami sudah berbuat dan berjasa mengikuti dan menjalankan kebijakan pemerintah dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng (migor). Kebijakan pemerintah terkait DMO juga sudah dipenuhi,” tegas Juniver.
Lanjutnya, yang salah adalah kebijakan yang dibuat pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan yang coba melawan pasar dengan menetapkan HET. “Gegara kebijakan ini mengakibatkan kelangkaan migor karena dengan kebijakan pengaturan HET itu dimanfaatkan oleh para spekulan dan terjadi pasar gelap,” tukasnya.
Bagi Juniver, jangan karena kebijakan yang salah justru pengusaha yang dikorbankan. “Pengusaha itu kan mitra pemerintah. Prinsipnya, pengusaha hanya mengikuti kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Karena itu, kesalahan kebijakan pemerintah tidak lantas dikorbankan pengusahanya,” tandasnya.
Dirinya berharap hakim di Pengadilan Tinggi Jakarta bisa memutuskan seadil-adilnya kepada Master Parulian Tumanggor. “Karena tidak terbukti bersalah, seyogyanya divonis bebas,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment