Dampak Pandemi, Jumlah Warga Miskin di Jakarta Bertambah

Jumlah warga miskin di DKI Jakarta bertambah gegara pandemi

Jakarta, innews.co.id – Jumlah penduduk miskin di Ibu Kota per September 2020, meningkat menjadi 496,84 ribu orang atau 4,69 persen dari total penduduk Jakarta.

Hal ini didasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta yang disampaikan Buyung Airlangga Kepala BPS DKI Jakarta dalam konferensi pers daring, Senin (15/2/2021). “Bila dibandingkan dengan keadaan enam bulan lalu, kenaikan ini masih relatif kecil di mana pertambahan penduduk miskin sebesar 0,16%,” kata Buyung.

Dia juga menjelaskan, deflasi pada kelompok bahan makanan sebesar -0,495% membantu meringankan beban pengeluaran konsumsi. Di sisi lain, berbagai bantuan sosial yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi berkontribusi menjaga stabilitas konsumsi masyarakat miskin dan hampir miskin.

Terhitung enam bulan sejak Jakarta mulai menghadapi pandemi, kondisi ketersediaan lapangan kerja kian memburuk. Selama rentang Februari 2020 (sebelum pandemi) sampai dengan Agustus 2020, rata-rata pendapatan merosot dari Rp4,2 juta per bulan menjadi Rp3,7 juta per bulan. Sementara, rata-rata jam kerja turun dari 48 jam per minggu menjadi 43 jam per minggu.

“Artinya, hingga Agustus 2020, kesempatan kerja yang tersedia di DKI Jakarta belum mampu menyerap mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi,” ungkap Buyung.

Dijelaskan pula, penduduk miskin Jakarta juga masih berada dalam perangkap demografi (demographic trap). Mereka yang rentan dan berada dalam kategori ini adalah rumah tangga dengan Kepala Rumah Tangga (KRT) berusia tidak produktif (diluar 15-64 tahun), rata-rata jumlah anggota rumah tangga yang tinggi, dan tingkat pendidikan KRT yang rendah. Hal ini mengakibatkan sulitnya bagi penduduk miskin bertahan ataupun berjuang untuk menjadi tidak miskin.

Rumah tangga miskin tetap mengalami kesulitan ekonomi karena secara rata-rata KRT miskin harus menanggung 5-6 orang (rata-rata 5,70) sementara pada KRT tidak miskin hanya 3-4 orang (rata-rata 3,59).

“Kondisi ini menyebabkan KRT miskin cenderung bekerja serabutan di sektor-sektor informal seperti perdagangan, jasa perorangan dan perikanan (di Kepulauan Seribu),” ungkap Buyung.

Dengan tingkat pendidikan relatif rendah di mana lebih dari separuh (58,65%) KRT miskin berpendidikan SMP atau lebih rendah, maka peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang lebih layak menjadi semakin sulit. (RN/Ant)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan