Jakarta, innews.co.id – Sistem demokrasi telah menjadi pilihan Indonesia sejak dulu. Secara mendasar dipahami bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya memiliki hak yang sama untuk pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Dalam hal ini, demokrasi mengizinkan warga negara ikut serta, baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi memberi ruang lebar bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi aktif. Namun, di usianya ke-77, nampaknya demokrasi di Indonesia bukannya semakin matang, malah terlihat kian amburadul.
“Orang bebas menghina dan merendahkan Presiden sebagai Pemimpin Negara. Apa itu yang disebut demokrasi? Presiden adalah simbol negara. Kalau direndahkan oleh rakyatnya sendiri, artinya kehomatan bangsa pun direndahkan. Bagaimana kita bermartabat di antara bangsa-bangsa lain, kalau secara kasat mata, pemimpin kita direndahkan oleh rakyatnya sendiri,” kata Putri Simorangkir Ketua Umum Damai Nusantaraku (Dantara), yang mengaku kecewa terhadap penerapan demokrasi di Indonesia, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Dia mengaku heran, meski tahun politik masih jauh, tapi belum tutup tahun 2022, tensi politik sudah begitu memanas. Bahkan, sudah terasa sesak. “Kalau kita lihat, politik identitas sudah dilakoni tanpa malu-malu lagi. Sepertinya ada skenario yang dimainkan oleh kelompok tertentu untuk mengacaukan situasi dan kondisi bangsa akhir-akhir ini,” ujar Putri lagi.
Kondisi makin parah, menurutnya, pasca ditetapkannya AB sebagai Capres yang disokong oleh NasDem. “Nampaknya partai itu mau cari aman dengan main dua kaki. Di satu sisi bilangnya tetap dukung Presiden Jokowi, di sisi lain sudah mendukung Capres lain. Apakah mungkin murni lagi mereka dukung Pemerintahan Jokowi? Rasanya tidak mungkin. Wajar saja kalau banyak orang mendesak kadernya dikeluarkan dari kabinet. Tapi mereka juga tidak gentlemen. Harusnya kalau sudah dukung Capres lain, kadernya mesti mundur,” ujar Putri.
Belum lagi Capres yang diusung, sudah jelas-jelas dipecat saat menjadi Mendiknas, lalu jadi gubernur dengan senjata ayat dan mayat, pun semasa memimpin Jakarta, bisa dikatakan gagal total, masih juga mau diusung. “Saya bingung, apa parameter parpol itu ya mengusung AB? Kok makin gak jelas saja memilih pemimpin di Indonesia ini. Padahal, katanya rakyat tambah pintar, tapi elit parpol itu kok kurang cerdas ya. Memimpin Jakarta saja sudah gagal, apalagi Indonesia,” imbuhnya.
Tak hanya itu, sambungnya, semakin marak kita lihat kelompok-kelompok identitas yang melakukan demo maupun tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya dengan dalih demokrasi dan kebebasan menyatakan pendapat. “Menyatakan pendapat di ranah publik tentu memiliki aturan atau rambu-rambu tertentu antara lain, sopan santun serta menjaga agar tidak ada orang lain yang dirugikan baik secara materiil maupun non-materiil,” terang Putri.
Dia mengira, mungkin karena selama ini yang memprotes brutalnya kelompok ini tidak terlalu tajam, maka mereka dengan seenaknya melakukan tindakan-tindakan yang bisa dikatakan tidak beretika tersebut.
“Mewakili orang-orang yang mencintai bangsa dan negara ini saya meminta Pemerintah bisa memberikan perhatian lebih terhadap hal tersebut. Bukan hanya mereka yang bisa bebas berbicara sesukanya, tapi kami pun berhak memiliki rasa aman, baik dalam perjalanan maupun kehidupan. Apa yang mereka lakukan sudah demikian mengganggu,” tukas Putri.
Dia menegaskan, “Kami pun berhak memiliki demokrasi atas pemimpin kami, seperti Presiden, Wakil Presiden, dan lainnya. Sekalipun Presiden kita sosok yang humble dan pemaaf, namun kami tetap tidak rela Presiden Jokowi yang telah bekerja dan berprestasi luar biasa itu dihina dan direndahkan oleh siapapun”.
Putri lugas berkata, Presiden merupakan simbol negara, maka kehormatan beliau harus dijaga dan dihormati. Bukankah untuk itu Presiden dilindungi hukum?
Dirinya juga mempertanyakan, sebenarnya diperuntukkan bagi siapakah demokrasi itu? Bukankah sudah terlalu banyak mereka diberi kesempatan bebas mengutarakan pendapat atas nama kebebasan demokrasi, namun selalu terbukti bahwa kebebasan tersebut selalu berakhir kebablasan?
“Kami juga keberatan dan meminta kepedulian seluruh aparat penegak hukum terhadap para penghina serta pembuat informasi hoaks bisa ditangkap dan diberi hukuman selayaknya. Kondisi ini harus diakhiri kalau bangsa ini mau maju. Jangan biarkan mereka yang suka menyebar-nyebar hoaks berkeliaran dan seenaknya saja menghujat Pemimpin Negara,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment