Jakarta, innews.co.id – Capaian Guru Besar di bidang Hukum Bisnis menjadi salah satu anugerah terindah yang Tuhan berikan kepada Prof Dr. Dhaniswara K. Harjono, SH., MH., MBA.
“Dengan anugerah ini, saya harus do something the best, di sisa usia produktif ini. Pastinya, melakukan terbaik dengan apa yang saya bisa,” ujar Dhaniswara, di ruang kerjanya yang nyaman, di Kampus UKI, Cawang, Jakarta, Selasa (20/2/2024).
Bagi Dhaniswara, saat ini yang diutamakan menjadikan dirinya lebih bermanfaat bagi banyak orang, bukan mencari keuntungan sebagai prioritas. Hal itu telah ia lakoni, utamanya sharing ilmu dan pengalaman. “Pengakuan dari negara sudah ada. Tinggal sekarang bagaimana saya memberi manfaat lebih bagi banyak orang,” tukasnya.
Seperti diketahui, Dhaniswara telah dua periode menjabat sebagai Rektor UKI dengan serangkum prestasi gemilang. Awal 2026 nanti merupakan akhir periodisasi kepemimpinannya di UKI.
Sejak dulu, Dhaniswara dikenal suka berorganisasi. Dirinya tercatat aktif sebagai Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hukum dan HAM, periode 2021-2026. Dirinya juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum BPD HIPMI Jaya periode 2001-2004. Kini, Founder Law Firm Dhaniswara Harjono & Partner ini juga menjabat sebagai Dewan Pakar DPN Peradi.
“Saya menyerahkan perjalanan hidup ini pada Tuhan. Semua yang terjadi saya percaya atas kehendak Tuhan semata,” imbuhnya.
Kunci sukses
Kesungguhan hati dalam melakoni apapun menjadi salah satu kunci sukses Dhaniswara. “Apapun yang Tuhan amanatkan akan saya lakukan dengan serius,” jelasnya.
Lalu, dirinya selalu enjoy dan menjalani apapun aktifitasnya dengan happy. “Bukan berarti tidak ada masalah. Tapi saya percaya, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Rumusnya, ada persoalan pasti ada solusi. Tinggal bagaimana kita mengeksekusi solusi tersebut,” yakinnya.
Dirinya percaya, sepanjang Tuhan masih percayakan nafas kehidupan kepada kita, pasti ada rencana yang mau Ia kerjakan juga. Tinggal bagaimana kita merespon hal tersebut. “Kerjakan saja apa yang Tuhan taruh dalam hati pikiran kita. Selebihnya Tuhan yang akan bekerja. Kita ikuti saja apa maunya Tuhan dengan penuh ketaatan,” serunya.
Sederhana sekali prinsip Rektor UKI dua periode ini, “Kalau Tuhan happy, pasti kita juga akan happy. Jadi kita mengerjakan sesuatu hanya untuk menyenangkan hati Tuhan saja. Selebihnya, biar Tuhan yang atur. Sebab kalau Tuhan sudah happy, maka Dia akan beri kita kelimpahan”.
Mau jadi tentara
Menelisik masa lalunya, ternyata Dhaniswara pernah bermimpi jadi tentara. Bahkan, ia sempat berangkat untuk mengikuti pendidikan Akabri ke Magelang. Rupanya, Tuhan berkehendak lain. Dia harus mengubur mimpi indahnya itu.
Namun, Tuhan justru membawa dirinya terbang tinggi bak rajawali. Di usia 24 tahun, ia sudah jadi pengusaha. Tanpa ia sadari, embrio enterpreneur telah ia miliki sejak masih sekolah. Bisnis yang ia bangun dengan beberapa rekannya berkembang pesat, sampai mengalami kehancuran saat krisis 1998. Namun, perlahan ia pun bangkit.
Dirinya merasa, kecintaannya pada dunia organisasi punya andil besar dalam keberhasilan hidupnya. “Dunia organisasi membantu saya berkembang dengan jejaring yang saya bangun. Saya berupaya membuat banyak orang senang dengan keberadaan saya,” tukas Ketua Dewan Pertimbangan KADIN DKI Jakarta beberapa periode ini.
Meski begitu, Dhaniswara mengaku enggan masuk dunia politik. Pasalnya, kedua orangtuanya selalu menekankan agar dirinya tidak menjadi sosok yang terlalu ambisius. “Kita harus memiliki ambisi, tapi tidak jadi ambisius. Selain itu, kalau kita masuk partai, kita bisa mendapat banyak teman, tapi kehilangan lebih banyak teman karena berbeda partai. Mungkin bisa lewat DPD RI, tapi kalau kita lihat tak bergigi karena kewenangannya digerus oleh parpol,” tandasnya.
Cinta dunia pendidikan
Dhaniswara telah melabuhkan hatinya ke dunia pendidikan. Gelar Profesor yang diraihnya menjadi bukti betapa dia bukan saja mencintai, tapi juga merindukan semakin majunya pendidikan di Indonesia.
“Pendidikan adalah satu bagian yang dibutuhkan oleh seluruh rakyat Indonesia. Saya melihat, dalam satu keluarga, satu saja ada yang berpendidikan cukup, maka derajat keluarga itu akan bisa diangkat tinggi. Karena satu orang itu bisa menjadi lokomotif untuk menarik gerbong keluarganya ke arah yang lebih baik lagi,” terangnya.
Sudah banyak contoh akan hal tersebut. Pendidikan yang dibutuhkan oleh bangsa ini, kata Dhaniswara, haruslah yang terkait dengan sumber daya yang dimiliki. Dengan begitu, sumber daya alam yang ada bisa dikelola dengan baik, bukan oleh pihak luar.
“Kita harus menciptakan pendidikan yang kompatibel dengan kebutuhan. Dengan begitu, secara otomatis akan terbuka lapangan pekerjaan. Misal, kita bisa mendorong pendidikan untuk mencetak ahli-ahli di bidang pertambangan, pertanian, kehutanan, dan lainnya. Disinilah negara harus ikut mendorong. Salah satunya dengan memaksimalkan PT Swasta sebagai mitra pemerintah juga. Jangan malah perguruan tinggi swasta seperti dianaktirikan oleh pemerintah. Karena kualitas lulusan negeri atau swasta pada dasarnya sama. Yang beda hanya, uluran tangan pemerintah terhadap PT Swasta yang masih minim, tidak seheboh kepada PT Negeri,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment