Dibalik Kontroversi Tapera, Ini Kata Ketum KADIN Jakarta

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta Diana Dewi

Jakarta, innews.co.id – Kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada 20 Mei 2024, mendapat banyak penolakan, baik dari kalangan pengusaha maupun pekerja sendiri. Itu artinya, kebijakan ini tidak boleh dipaksakan dan sebaiknya dicabut.

“Saat ini, sudah banyak potongan yang diberlakukan kepada tiap karyawan. Kalau ditambah Tapera lagi tentu akan sangat membebani. Bagi pengusaha sendiri, Tapera dirasa memberatkan bila harus diwajibkan ikut menanggung 0,5 persen dari pendapatan pekerjanya. Juga memberatkan para pekerja bila harus membayar 2,5 persen,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Senin (10/6/2024).

Aturan ini, lanjut Diana, menjadi sumir. Sebab, bagaimana pemberlakuan aturan ini kepada karyawan yang saat ini tengah mencicil rumah. Kalau harus dipotong juga lantas untuk apa dan pasti memberatkan.

“Kebijakan ini sulit diberlakukan karena sifatnya wajib bagi semua pekerja. Bagaimana bila ada pekerja yang sudah memiliki rumah, apakah tetap diwajibkan membayar Tapera? Atau bagaimana bila ada pekerja yang saat ini tengah mencicil rumah, tentu potongan ini akan sangat memberatkan. Karenanya, kebijakan Tapera sebaiknya dicabut,” regas CEO PT Suri Nusantara Jaya Group ini.

Secara lugas, Owner Toko Daging Nusantara ini meminta pemerintah tidak lagi membebani rakyat dengan segala bentuk pemotongan penghasilan. “Bila itu dipaksakan, akan berdampak pada kian melemahnya daya beli masyarakat. Itu artinya, perputaran ekonomi pun semakin melambat,” tukasnya.

Dikatakannya, soal penyediaan perumahan kepada rakyat merupakan tanggung jawab pemerintah, sebagai konsekuensi pemenuhan kebutuhan primer, yakni papan. Namun tidak juga harus memberatkan rakyat. Silahkan bangun pemukiman-pemukiman di mana rakyat bisa memperolehnya dengan syarat yang mudah dan harga yang murah.

Bagi Diana, aturan ini baiknya di judicial review. Namun, semua kembali kepada serikat pekerja. “Kami sebagai pengusaha hanya meminta agar aturan tersebut ditinjau kembali. Tentu kami ingin agar pekerja bisa sejahtera, namun ada cara lain yang bisa ditempuh pemerintah tanpa harus mewajibkan ikut Tapera. Harusnya itu bersifat optional saja, bukan suatu kewajiban,” imbuhnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan