Jakarta, innews.co.id – Dihadapan sekitar 40 mahasiswa semester VII Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta (FH UBH) Padang, para Pengurus Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pimpinan Prof Otto Hasibuan memaparkan tentang praktik perkara tata usaha negara (TUN) di Sekretariat DPN PERADI, Jakarta, Rabu (6/12/2023).
Secara bergantian, para Pengurus Peradi berbagi pengalaman dalam menangani kasus gugatan TUN. Sharing ilmu ini menjadi salah satu yang rutin dilakukan jajaran Pengurus Peradi, sebagai bekal bagi para mahasiswa, utamanya mereka yang tertarik sebagai advokat.
Saat membuka kuliah lapangan tersebut, Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono memaparkan bahwa Peradi dibawah pimpinan Prof Otto Hasibuan konsisten melaksanakan 8 kewenangan yang didelegasikan, sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Mulai dari Menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA); Membentuk Kode Etik Advokat; Membentuk Dewan Kehormatan; Mengawasi Advokat; Membentuk Komisi Pengawas Advokat; Menyelenggarakan Ujian Profesi Advokat (UPA); Mengangkat Advokat; dan Menindak Advokat.
“Kami (Peradi) konsisten melaksanakan kedelapan kewenangan tersebut,” kata Dwiyanto.
Tiga pemateri ditampilkan pada kesempatan itu yakni, Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-Undangan DPN Peradi, Nikolas Simanjuntak, Anggota Dewan Kehormatan Daerah (DKD) DKI Jakarta, Ali Abdullah Moda, dan Anggota Peradi, Diani Kesuma.
Dalam paparannya, Nikolas menunjukkan hasil riset pada 2018, di mana ada sekitar 78 ribu regulasi tidak sinkron dan harmonis dengan ketentuan hak asasi manusia dan UUD 1945. Dari jumlah tersebut, 43 ribu di antaranya merupakan peraturan daerah (Perda) tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Dia mencontohkan, hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, ternyata melahirkan banyak peraturan desa (Perdes) yang tidak sinkron dengan UU di atasnya, terlebih lagi dengan ketentuan HAM dan UUD 1945.
Sementara itu, Abdullah Moda menguraikan bahwa warga negara mempunyai hak untuk menggugat eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta lembaga di bawahnya, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Tak hanya itu, warga juga bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN). Semisal karena pejabat pemerintahan tidak mengeluarkan surat keputusan (SK) mengenai suatu hal.
Pemateri terakhir, Diani Kesuma, menegaskan bahwa syarat berdirinya suatu negara hukum, di antaranya adanya peradilan tata usaha negara untuk mengawasi pemerintahan atau birokrasi yang tugasnya melayani publik atau masyarakat.
Selain menggugat ke PTUN, masyarakat juga bisa mengadu ke Ombudsman selaku pengawas internal pemerintahan jika terjadi dugaan maladministrasi. Aduannya bisa termasuk soal pelayanan pengadilan yang bukan ranahnya pengadilan tata usaha negara.
Dari DPN Peradi tampak ikut mendampingi kuliah lapangan di antaranya, Waketum DPN Peradi Zul Armain Aziz, Wasekjen Viator Harlen Sinaga, dan Kabid Publikasi, Humas, dan Protokoler Riri Purbasari Dewi.
Pada bagian lain, Dekan FH UBH Padang yang juga sebagai Dosen Pendamping Lapangan, Dr. Sanidjar Pebrihariati R, mengapresiasi DPN Peradi yang telah menerima para mahasiswa dan memberikan tambahan ilmu, utamanya terkait praktik perkara TUN.
“Terima kasih atas penerimaan DPN Peradi pimpinan Prof Otto Hasibuan yang begitu hangat kepada kami. Rombongan ini merupakan mahasiswa FH semester VII yang telah selesai mengikuti ujian seminar proposal untuk mendapatkan pengetahuan praktik di bidang hukum,” jelasnya. (RN)
Be the first to comment