Jakarta, innews.co.id – Banjir bandang yang melanda kawasan Parapat, Toba, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, terasa memilukan, ditengah upaya Presiden Joko Widodo dalam membangun wilayah tersebut menjadi salah satu destinasi wisata mendunia.
Secara tegas, Dewan Pimpinan Pusat Komite Masyarakat Danau Toba (DPP KMDT) meminta, segala bentuk pembalakan hutan di kawasan Danau Toba harus dihentikan. “Jangan lagi ada penebangan pohon di wilayah Danau Toba dan sekitarnya. Banjir bandang di Parapat merupakan salah satu akibat dari penebangan hutan tanpa perencanaan jelas,” ujar Edison Manurung Ketua Umum DPP KMDT dalam siaran persnya yang diterima innews, Selasa (18/5/2021).
Menurutnya, penebangan hutan telah mengakibatkan rusaknya lingkungan dan ekosistem di Kawasan Danau Toba. Ini tentu saja mengganggu upaya konkrit Presiden Jokowi dalam membangun Danau Toba.
“Tidak boleh ada lagi penebangan pohon dan penambangan batu dan Galian C penebangan kayu liar karena mengakibatkan malapetaka yakni, banjir bandang dan tanah longsor,” tukas Edison.
Dia menambahkan, KMDT memiliki tanggung jawab ikut serta bersama TNI-Polri menjaga kawasan hutan lindung dan mengusut pelaku penebangan hutan lindung dan penambangan batu ilegal. “Jika pelakunya terungkap, selain dihukum secara pidana, pelaku juga harus mengganti rugi kerusakan lingkungan akibat kejahatan tersebut,” tandas Edison yang juga Mantan Ketua DPP KNPI ini.
Dalam diskusi virtual yang diinisiasi KMDT, terungkap bahwa tidak ada lagi keseimbangan alam di kawasan Danau Toba. Sejumlah narasumber dihadirkan antara lain, Prof DR Sihol Situngkir Dewan Pakar KMDT, Prof Dr Binari Manurung Ketua Dewan Pakar KMDT DPW Sumut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut Ir. Heryanto, MSi., dan tokoh masyarakat Maraden Sinaga.
“Bila ada keseimbangan antara daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air (DTA), maka tidak akan terjadi banjir,” kata Binari.
Dia mencontohkan, bila tutupan lahan tidak lagi tersedia karena kerusakan atau penghilangan seperti hutan gundul, maka aliran air ke sungai (run off) menjadi 85% dibandingkan dengan bila hutannya lebat, dimana aliran air ke sungai hanya 50%. Begitu juga penduduk yang berada di kemiringan lereng, seharusnya untuk kemiringan lereng di atas 40% maka tidak boleh lagi ada pemukiman. Oleh karena itu, dia menyarankan perlu dilakukan penataan kembali tata ruang lahan di kawasan sekitar Danau Toba untuk menghilangkan kerusakan lingkungan yang lebih parah.
Peserta diskusi menyarankan dilakukan investigasi lebih lanjut tentang penyebab kerusakan di hulu sungai yang mengalir ke Parapat dan Desa Sibaganding, Soaluan, apakah karena adanya penambangan batu liar, penebangan hutan yang sangat masif oleh kegiatan masyarakat ataupun pemegang HPH (Hak Pengusahaan Hutan).
Di sisi lain, pemerintah diharapkan bisa lebih tegas dalam mengeluarkan izin maupun mengawasi kegiatan oleh pemegang izin. Bahkan diharapkan masyarakat pun harus ikut dalam melakukan pengawasan.
Dikhawatirkan, bila hal ini tidak ditangani sesegera mungkin, akan mengancam keberlanjutan Danau Toba sebagai destinasi wisata mendunia.
Untuk itu, KMDT mengambil langkah membentuk tim kerja yang melibatkan Gubsu, Kapoldasu, Pandam I Bukit Barisan, dan Para Bupati se-Kawasan Danau Toba yang akan melakukan kajian lebih lanjut berdasarkan fakta di lapangan. Hasilnya akan dilaporkan kepada pemerintah pusat dan Presiden Jokowi, sehingga bisa diambil langkah-langkah lebih lanjut. KMDT mengutus Sekretaris Jenderal DPP KMDT, Ketua Bidang SDA dan Lingkungan Hidup DPP KMDT, dan Ketua Dewan Pakar DPW KMDT Sumut, untuk duduk dalam tim kerja ini. (RN)
Be the first to comment