Jakarta, innews.co.id – Polemik pemecatan dr. Terawan Agus Putranto yang dilakukan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjadi trending topics yang belum usai hingga kini. Banyak orang berpikir, apakah dengan dipecatnya dr. Terawan dari IDI, lantas tidak boleh berpraktik lagi? Atau pengabdiannya sebagai seorang dokter telah berakhir?
Ternyata, banyak masyarakat termakan pemberitaan yang justru menyesatkan dan kian menyudutkan dr. Terawan. “Soal pemecatan dr. Terawan dari IDI mungkin secara aturan ada dalam AD/ART IDI,” kata Dr. John N. Palinggi pengamat sosial kemasyarakatan dalam keterangannya kepada innews, Rabu (30/3/2022).
John mengulas, harus dipahami bahwa semua organisasi di Indonesia, diluar partai politik, kementerian/lembaga, adalah tergolong organisasi kemasyarakatan. Ormas berjuang kepentingan anggotanya, disebut interest group. Sementara parpol disebut pressure group (kelompok penekan). “Banyak ormas di Indonesia style-nya seperti pemerintah, padahal bukan,” ungkap John lagi.
Menurutnya, ormas itu hanya kumpulan atau wadah silahturahmi. Jadi, kenapa harus pakai pecat memecat anggota? “Justru harusnya kalau ada anggota suatu organisasi yang punya keahlian khusus, didukung penuh. Seperti dr. Terawan, harusnya didukung untuk bisa memperoleh Hadiah Nobel atas temuan-temuannya yang berguna bagi masyarakat luas,” kata John.
Soal profesi Terawan sebagai seorang dokter, lanjut John, itu diatur dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dalam UU tersebut, disebutkan sejumlah proses untuk menjadi seorang dokter. Registrasi kedokteran berada di Konsil Kedokteran Indonesia dan Kedokteran Gigi. Fungsi KKI dan KG jelas dipaparkan dalam UU tersebut.
Diterangkan, ada 17 anggota yang terhimpun dalam KKI/KG, dari organisasi profesi seperti IDI perwakilannya hanya dua orang saja. Sisanya dari tokoh masyarakat, akademisi, Kementerian Kesehatan, dan unsur-unsur lainnya. “Izin praktik seorang dokter diberikan oleh pemerintah, bukan organisasi profesi. Jadi, pemecatan dr. Terawan dari IDI tidak mempengaruhi dan tidak ada hubungan sama sekali dengan praktik kedokterannya,” urai John yang juga dikenal sebagai pengusaha nasional ini.
John mengatakan, kalau dr. Terawan tidak punya kompetensi sebagai dokter, kenapa begitu banyak pejabat negara berobat ke RSPAD dan ditangani olehnya. “Saya dengar, dr. Terawan juga disebut sebagai pejuang kemanusiaan untuk melawan orang susah. Kenapa kita menafikan hal itu,” lanjut John.
Dia menambahkan, potensi anak bangsa harus disatukan. Kalau ada persoalan bicarakan baik-baik, bukan main pecat. “Jangan masalah-masalah sederhana dipolitisir. Itu bisa membuat kita terjerumus pada hal-hal sempit. Jangan hanya karen ada orang berkembang dengan kemampuannya lantas kita libas,” tegasnya.
Diingatkan, kalau ada pihak-pihak yang mengabaikan asas Bhinneka Tunggal Ika, bisa babak belur bangsa ini nanti. “Ini bukan sekadar polemik dr. Terawan. Tapi perlu diingatkan kepada seluruh anak bangsa. Setiap orang yang punya potensi di bangsa ini jangan disingkirkan,” serunya.
Bisa saja, kata John lagi, karena merasa tidak dibutuhkan, dr. Terawan memilih mengabdi di luar negeri. Yang rugi, bangsa kita juga. Padahal, kompetensinya sangat dibutuhkan. “Sementara Bapak Presiden memanggil putra-putri Indonesia yang berkarir di luar negeri, ini malah memecat. Bicarakan baik-baik kalau memang ada masalah,” tuturnya.
John berharap masyarakat bisa memahami bahwa kompetensi dan praktik kedokteran dari dr. Terawan tidak terpengaruh dengan pemecatan yang dilakukan IDI. (RN)
Be the first to comment