
Jakarta, innews.co.id – Sumpah Pemuda tidak bicara soal menyatukan kaum muda Indonesia dari berbagai latar belakang, suku, agama, etnis, dan golongan, melainkan memiliki pesan jelas bahwa generasi bangsa harus selalu rukun, bersatu, dan tidak mengkotak-kotakkan diri (eksklusif).
“Pesan tersebut juga bermakna bahwa pemuda harus bisa mencari makan dalam kehidupan tanpa ada perlu mempertentangkan SARA.,” kata Dr. John N. Palinggi, pengamat sosial politik nasional kepada innews, di Jakarta, Sabtu (30/10/2021).
Dia mengatakan, ibarat prinsip dagang, seribu teman belum cukup, satu musuh terlalu banyak. “Kalau pemuda sudah mengkotak-kotakkan diri berdasarkan agama, suku/etnis, partai, atau apapun, maka percayalah dia tidak akan mendapat apa-apa,” tegas John yang juga Ketua Harian BISMA–wadah kerukunan antar-umat beragama ini.
Dikatakannya, pola pembinaan pemuda yang dilakukan saat ini masih mengutamakan prestise daripada prestasi. Bukti konkritnya, pemuda lebih bangga pakai-pakai atribut, entah ormas, partai, dan sebagainya, sementara pas pulang ke rumah tidak punya makanan apa-apa. “Pemuda harus mengutamakan prestasi, supaya tidak mengemis kemana-mana. Daripada banyak koar-koar di jalan, lebih bagus cari kerja yang baik dan menghasilkan,” seru John.
Karena itu, sambung John yang juga dikenal sebagai pengusaha nasional ini, pemuda harus sekolah yang benar, dapat kerja, dan menghasilkan yang. Supaya tidak durhaka pada orangtua yang sudah membiayai hidupnya selama ini. “Jadi kalau belum hidup baik atau mapan, jangan banyak koar-koar, kritik sana-sini. Perbaiki diri saja dulu,” tandasnya.
Bukan berarti kaum muda tidak boleh kritis, hanya saja ada sarana yang tepat untuk menyampaikan kritik dan aspirasi. Tidak perlu turun ke jalan sampai-sampai bentrok dengan aparat kepolisian.
John mengingatkan, generasi muda jangan muda dipengaruhi atau diiming-imingi oknum-oknum avonturir atau para petualang politik. “Padahal, begitu di cek, petualang politik ini masih repot nasi di rumahnya, tapi sudah koar-koar reformasi di jalan. Ini yang banyak memanfaatkan pemuda dan membawanya ke jalan yang salah,” tutur John kritis.
Dia juga meminta kaum muda mengecek dana ratusan triliun rupiah yang digelintorkan pemerintah bagi pengembangan UMKM. Apakah juga menyasar anak-anak muda untuk membuka atau mengembangkan usahanya? Jangan justru dihabiskan oleh mereka-mereka yang tidak mengerti bisnis. Sebab, itu hanya membuat kredit macet nantinya.
Ditambahkannya, Sumpah Pemuda memberi pesan konkrit agar pemuda Indonesia jangan menjadi pengemis. Jangan diombang-ambingkan oleh janji-janji palsu dari politisi. “Apapun bisa dikerjakan anak muda, mulai dari tanam sayur-sayuran sampai bekerja kantoran. Kasihan mereka kalau dijejali janji-janji surga. Lelah nanti para pemuda itu,” ucap John.
Lebih jauh John mengatakan, kalau kita mau pemuda-pemudi maju, bantu mereka. Berikan pembinaan yang benar-benar mengasah kemampuan mereka. “Usahakan menjadi anak muda yang punya keunggulan sehingga bisa membantu orangtua, bukan menyusahkan dengan memakai narkoba dan sebagainya,” sarannya.
Dalam kacamatanya, John menilai kebanyakan pemuda sekarang banyak yang hanya berangan-angan, bahkan cenderung berhalusinasi saja. Ditambah lagi keterbatasan lapangan pekerjaan karena pandemi Covid-19. Namun, itu tidak boleh menyurutkan spirit juang para pemuda. Harus bisa bangkit dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. (RN)
Be the first to comment