Eks Hakim Agung Senior Blak-blakan Bicara Soal Kualitas Hakim di Indonesia

Mantan Hakim Agung Senior Dr. H.P. Panggabean bicara soal kualitas hakim di Indonesia Foto: DNT

Jakarta, innews.co.id – Seorang hakim bila sampai tiga kali putusannya dibatalkan, baik oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, maka kualitas putusannya dinilai rendah, sehingga tidak layak diangkat jadi Hakim Pengadilan Tinggi, apalagi Hakim Agung.

Penegasan ini dikatakan mantan Hakim Agung senior Dr. H.P. Panggabean (84 tahun) kepada innews di Jakarta, Senin (19/10/2021). “Seorang hakim itu harus rajin ikut seminar atau pendidikan untuk memperkaya wawasan berpikir yang tentu sangat mempengaruhi putusan yang dibuatnya. Juga membuat buku-buku terkait persoalan atau putusan-putusan hukum,” ujar Panggabean.

Di sisi lain, Panggabean menilai, Komisi Yudisial (KY) sering salah kaprah. “Beberapa kali saya amati, KY memutuskan seorang hakim bersalah didasarkan pada putusannya. Padahal, itu tidak boleh. KY hanya menerima laporan masyarakat terkait pelanggaran etik dari seorang hakim. Misal, hakim menerima uang dari pihak yang berperkara atau main perempuan,” terangnya.

Panggabean juga mengungkapkan kelemahan banyak hakim di Indonesia, dimana meski bergelar profesor, tapi hanya ahli teori, praktiknya tidak. Tak heran bila putusannya seringkali mengecewakan para pencari keadilan.

Lebih jauh Panggabean mengatakan, banyak hakim agung tidak bisa membedakan aspek formil dan materiil. Karena itu, Panggabean mengusulkan, agar baiknya hakim agung diangkat dari pejabat karir dan tidak harus bergelar doktor atau profesor. Cukup seorang bergelar Magister (S-2), sudah layak menjadi hakim agung.

Selama bertugas menjadi Hakim Agung, Panggabean dikenal sangat piawai dalam memutus perkara. “Sekarang banyak yang tidak pernah memegang jabatan apa-apa di lingkungan peradilan, tiba-tiba jadi hakim agung,” tandasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan