
Jakarta, innews.co.id – Mencintai kebaya merupakan harga mati bagi setiap perempuan Indonesia. Tidak hanya untuk mendukung kebaya menjadi warisan budaya tak benda dari Unesco, tapi juga melestarikannya turun temurun sebagai identitas wanita Indonesia.
“Generasi muda perempuan Indonesia harus mencintai kebaya. Ini harga mati,” kata Dr. Rr. Dyah Eko Setyowati, S.Sos., SE., MM., Sekretaris Jenderal Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI), dalam keterangan persnya yang diterima innews, Senin (7/11/2022).

Menurutnya, mencintai kebaya bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misal, dengan mengenakannya di berbagai acara, baik di keseharian maupun pada acara-acara khusus. “Kebaya bisa dipakai pada banyak acara. Tinggal corak dan asesorisnya yang menyesuaikan dengan acara dan tempat. Misalkan, ketika dipakai di tempat kerja atau kuliah, mungkin dipadukan dengan sepatu kets, sepatu sneakers, atau flat shoes,” kata Doktor Dyah, dosen dan penggiat pemberdayaan perempuan yang juga ikut serta pada Parade Budaya Nusantara yang digagas BNPT, di Jakarta, Minggu, 6 November 2022 kemarin.
Bahkan, para dosen wanita bisa memakai kebaya saat mengajar di kampus, dipadukan dengan flat shoes atau sneakers, agar nampak keren dan modis.

Hal serupa juga bisa dilakukan para aparatur sipil negara (ASN) yang wanita di semua strata, baik di pusat maupun daerah. Juga lembaga swasta dan perguruan tinggi negeri/swasta. Dengan begitu, kata Dyah Eko, kita semua mensupport program Kebaya Goes to Unesco dengan membudayakan pemakaian kebaya. Terkait model kebaya bisa menyesuaikan. Misalnya bagi wanita yang berhijab atau tidak.
Sebab, ujarnya, kalau bukan kita para perempuan Indonesia, mulai dari yang dewasa hingga milenial yang melestarikan kebaya, siapa lagi? “Jangan sampai menyesal, bila warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia itu justru diakui oleh negara lain. Sudah ada contohnya,” tegas Wakil Ketua Bidang Pendidikan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) ini.
Dyah Eko mendukung penuh upaya memasukkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke Unesco. “Penting sekali pengakuan dunia internasional bahwa kebaya adalah warisan leluhur bangsa Indonesia,” tukas Ketua Alumni Angkatan II Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas RI Tahun 2021 ini.

Untuk itu, sambungnya, peran seluruh elemen bangsa sangat besar mendukung hal tersebut. “Kita berharap segera mendapat pengakuan dari Unesco terhadap kebaya sebagai warisan budaya tak benda, menyusul Gamelan (2021), Pantun (2020), Pencak Silat (2019), Batik, Keris, Wayang, Noken, Kapal Pinisi, 3 Genre Tarian Bali, Tari Saman, dan lainnya yang telah diakui sebelumnya,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Dewan Pembina Asosiasi Dosen Pengampu Pancasila dan Kewarganegaraan ini mengatakan, masih banyak warisan nenek moyang bangsa ini yang harus dilestarikan. “Kita harus gali terus warisan dari para leluhur di seluruh Nusantara. Dengan diakuinya oleh Unesco, maka pihak lain tidak bisa lagi mengklaim bahwa itu miliknya,” tukas Dyah Eko. (RN)
Be the first to comment