Gelar Pendidikan Berkelanjutan, PERADI Siapkan Advokat Tangani Persaingan Usaha

Seminar Persaingan Usaha 'Memahami Seluk Beluk Hukum Persaingan Usaha' yang merupakan program bidang Pendidikan Berlanjutan DPN PERADI, secara hybrid, hari ini

Jakarta, innews.co.id – Masalah persaingan usaha di Indonesia kian mengemuka. Penerapan hukum persaingan usaha masih belum maksimal. Padahal, kebijakan persaingan usaha dilakukan untuk menciptakan pasar yang efisien.

Untuk itu, perlu peran besar advokat dalam menangani persoalan-persoalan yang muncul dalam menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Hal tersebut dikatakan Ketua Harian sekaligus Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), R. Dwiyanto Prihartono, ketika membuka Seminar Nasional Persaingan Usaha ‘Memahami Seluk Beluk Hukum Persaingan Usaha’ yang merupakan program bidang Pendidikan Berlanjutan DPN PERADI mewakili Ketua Umum DPN PERADI Prof Otto Hasibuan, secara hybrid, di Jakarta, Jum’at (27/10/2023).

Ketua Harian sekaligus Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), R. Dwiyanto Prihartono

“Pendidikan berkelanjutan merupakan mandat dari UU 18/2003 Pasal 28. Para advokat penting mengetahui secara mendalam. Soal hukum acara persaingan usaha karena dalam kasus-kasus yang ada jelas menimbulkan kerugian pada masyarakat. Dan itu, jelas harus menjadi concern dari seluruh advokat,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Panitia Pendidikan Berkelanjutan, Hendronoto Soesabdo mengatakan, pendidikan berkelanjutan adalah keniscayaan untuk meningkatkan kualitas advokat di Indonesia. “Walaupun langit runtuh, bumi gonjang-ganjing, kualitas advokat di Indonesia harus terus ditingkatkan,” serunya.

Dimoderatori oleh V. Harlen Sinaga, tampil sebagai pembicara antara lain, Prof Kurnia Toha (Guru Besar Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia), Dinni Melanie (Anggota KPPU RI), dan Dyah Ayu Paramita (Associate Partner di Hadiputranto & Partners Law Firm).

Dalam uraiannya, Kurnia Toha menjabarkan hal-hal penting yang perlu diketahui oleh para advokat. “Seorang advokat harus jeli melihat persaingan usaha yang terjadi. Untuk itu perlu memahami hukum persaingan usaha. Salah satunya ada perubahan tempat berperkara persaingan usaha, dari pengadilan negeri ke pengadilan niaga, seperti tertuang dalam UU Cipta Kerja,” jelasnya.

Kurnia juga membedah sejumlah aturan yang ada terkait persaingan usaha, di mana sekarang terkesan melemahkan proses penegakan hukum pada persaingan usaha yang tidak sehat. Saat ini, lanjutnya, ada dua mazhab dalam persaingan usaha yakni, efisiensi dan multi purpose. Diingatkan juga, saat ini ada fenomena pengusaha uang dan pengusaha politik. Itulah muncul oligarkhi. “Sepanjang tidak melanggar, seperti terjadinya monopoli atau kartel yang tidak masalah,” tukasnya.

Sementara itu, Dinni Melanie menguraikan tentang PerKPPU terbaru No. 2 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Laporan persaingan usaha yang masuk lebih banyak dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), dibandingkan dari advokat. Ada dua jenis laporan di KPPU yakni, umum dan tuntutan ganti rugi dengan minimal satu alat bukti,” urainya.

Setelah menerima laporan, KPPU akan melakukan penyelidikan awal secara tertutup. Usai ditemukan dua alat bukti akan dilakukan semacam gelar perkara. “Peran advokat besar, bila mendampingi pelapor, harus menyiapkan saksi-saksi. Sementara bila advokat di pihak terlapor, maka akan berhenti bila perkara dinyatakan bisa diteruskan,” paparnya.

Pembicara lain, Dyah Ayu Paramita menekankan pentingnya para advokat mendalami hukum acara persaingan usaha. “Sudah menjadi fakta bahwa di Indonesia banyak terjadi monopoli usaha dalam berbagai bidang. Disinilah para advokat bisa berperan agar terjadi keadilan berusaha kepada semua pihak,” tukasnya.

Penutupan seminar dilakukan oleh Prof Otto Hasibuan. Dia berpesan agar para advokat tidak saja mendalami soal persaingan usaha, tapi juga melihat peluang-peluang yang ada. “Sebelum mendampingi klien, tentu kita harus menguasai seluk beluk persaingan usaha, termasuk regulasi yang digunakan. Dengan begitu, maka pendampingan hukum yang dilakukan akan lebih maksimal lagi,” saran Prof Otto.

Pada kesempatan itu, Happy SP Sihombing, Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN PERADI meminta para advokat untuk bisa lebih mempelajari soal persaingan usaha. “Pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam persaingan usaha tidak sehat tentu membutuhkan advokat guna mengawal perkaranya,” tuntasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan