Gugat Putusan BANI Diduga MMI Mau Tendang BKUM, Benarkah?

Melengkapi berkas dokumen di PN Jaksel pada gugatan permohonan pembatalan putusan BANI, Kamis (20/7/2023)

Jakarta, innews.co.id – Niat baik PT Bara Karya Utama Makmur (BKUM) menyelamatkan usaha yang awalnya dijalankan oleh PT Kartika Selabumi Mining (KSM), yang dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 06/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst jo Nomor 37/PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 14 Agustus 2019, justru terkesan dimanfaatkan oleh PT Marino Mining International (MMI), yang dibentuk oleh para direksi KSM pasca dinyatakan pailit.

Padahal, antara BKUM dengan KSM telah ada ‘Perjanjian Bersama’ yang kemudian diamandemen menjadi ‘Perjanjian Bersama MMI-BKUM’. Di dalam perjanjian yang berkekuatan hukum tersebut jelas dikatakan, pada Pasal 11 angka 3 dikatakan, “Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi Perseroan terlebih dahulu harus mendapat persetujuan tertulis dari PT BKUM”. Juga terkait Dewan Komisaris terdapat pada Pasal 14 ayat 3, yang isinya, “Pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian Dewan Komisaris Perseroan terlebih dahulu harus mendapat persetujuan tertulis dari PT BKUM”.

Dalam perjalanannya, MMI secara sepihak merubah Anggaran Dasar (AD) nya dan menghilangkan frasa kata ‘persetujuan BKUM’. Diduga ini upaya untuk menghilangkan keterlibatan BKUM di perseroan, di mana pasca pailit BKUM sangat berperan baik dalam penyediaan operasional maupun membayar hutang-hutang KSM kepada para kreditur.

“Awalnya BKUM telah ‘menyelamatkan’ KSM (MMI), tapi sekarang terkesan malah mau ditendang dan dikuasai sepenuhnya oleh MMI,” kata Kuasa Hukum PT BKUM dari BSP Law Firm, dalam keterangan persnya, Kamis (20/7/2023).

Sesuai klausul dalam ‘Perjanjian Bersama MMI-BKUM’, maka pelanggaran tersebut dibawa ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Oleh BANI diputuskan MMI telah melakukan wanprestasi dan diminta untuk kembali ke Perjanjian Bersama MMI-BKUM. “Majelis Arbiter berpendapat Termohon (MMI) telah melakukan wanprestasi karena melakukan perubahan pada anggaran dasar perseroan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari BKUM,” sebut BANI dalam duduk perkaranya.

Dalam putusannya atas perkara bernomor 45101/XII/ARB-BANI/2022, tanggal 10 Mei 2023, BANI menegaskan bahwa Perjanjian Bersama MMI-BKUM dan amandemennya sah dan mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.

Berkaca pada hal tersebut, artinya segala putusan turunan yang dibuat pasca Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dilakukan MMI batal demi hukum.

BANI juga memerintahkan MMI untuk merubah isi Akta Pernyataan Keputusan Luar Biasa Para Pemegang Saham dan kembali pada isi Akta Pernyataan Nomor 17, tanggal 13 Mei 2020. Bahkan MMI diminta membayar kerugian akibat wanprestasi yang dilakukan sebesar Rp 1,020 miliar.

Tak hanya itu, BANI juga memerintahkan MMI melakukan RUPS dan mengangkat wakil dari BKUM untuk mengisi jabatan direksi yang baru di PT KSM (MMI), sesuai dengan Amandemen Perjanjian Bersama.

“Putusan arbitrase a quo ini wajib dilaksanakan selambatnya 30 hari sejak putusan dibacakan,” tulis amar putusan BANI yang diteken oleh Majelis Arbiter yakni, Ir. Jody Irawadhi Tassno (Ketua), Prof Rahayu Hartini, dan Rachmat A. Abdoellah (keduanya sebagai anggota).

Disebutkan pula, putusan BANI ini adalah putusan dalam tingkat pertama dan terakhir serta mengikat, baik bagi BKUM maupun MMI dan pihak lainnya.

Gugatan mengada-ada

Melalui kuasa hukumnya Yudo Sukmo Nugroho, MMI memohonkan pembatalan putusan BANI di PN Jaksel dengan nomor perkara 568/Pdt.Sus-Arbt/2023/PN.Jkt.Sel, tertanggal 23 Juni 2023.

“Kami menilai, BANI telah mengabaikan bukti-bukti dan keterangan ahli yang diajukan oleh MMI. Karenanya, kami mengajukan permohonan pembatalan putusan BANI,” kata Yudo Sukmo Nugroho, di PN Jaksel, Kamis (21/7/2023) kemarin.

Bagi Kuasa Hukum BANI Kamil Zacky Permandha, permohonan pembatalan putusan BANI tersebut mengada-ngada.

Dia menjelaskan, Pasal 70 UU 30/1999 jelas menyatakan ada tiga hal yang memungkinkan putusan BANI dibatalkan yakni, surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan pihak lawan; atau putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

Di sisi lain, Pasal 11 ayat (2) UU 30/1999 tegas menyatakan bahwa “Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur tangan di dalam penyelesaian suatu sengketa yang telah ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini”.

Ini diperkuat dengan Pasal 62 ayat (4) UU 30/1999 yang isinya, “Ketua Pengadilan Negeri tidak memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase”. Bahkan Pasal 3 UU Arbitrase sudah tegas menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.

“Permohonan pembatalan putusan BANI menjadi hak dari pihak yang kalah. Hanya saja, gugatan tersebut terlalu mengada-ngada, bahkan bisa terkesan sebagai upaya mempengaruhi Majelis Hakim di PN Jaksel untuk membatalkan putusan tanpa dasar atau bukti yang kuat. Ini juga tidak dibenarkan,” seru Kamil mengingatkan.

Meski begitu, dirinya yakin Majelis Hakim PN Jaksel akan sangat profesional dan berhati-hati dalam memutuskan perkara ini serta sesuai dengan koridor hukum yang selayaknya.

“Selama ini hanya ada satu banding puluhan putusan BANI yang bisa dibatalkan. Kalau hanya alasannya keterangan ahli dan bukti-bukti tidak dipertimbangkan Majelis Arbiter, jelas putusan BANI tidak bisa dibatalkan,” tegas Kamil.

Pada bagian lain, Kuasa Hukum BKUM mengaku heran dengan gugatan MMI. “Putusan BANI sudah sesuai dengan koridor hukum. Apa BANI dianggap telah melakukan tipu muslihat? Bisa dibuktikan tidak? Kalau putusan BANI dikatakan mengandung tipu muslihat, apa dasarnya? Pihak MMI sendiri menggunakan pengacara yang berbeda saat berperkara di BANI dengan di PN Jaksel. Bagaimana mungkin pengacara MMI di PN Jaksel bisa menuding putusan BANI mengandung tipu muslihat, sementara dirinya tidak mengikuti sidang di BANI? Selain itu, selama persidangan di BANI principal MMI tidak pernah hadir,” bebernya.

Kuasa Hukum BKUM berharap, perkara ini bisa diputus seadil-adilnya oleh Majelis Hakim PN Jaksel. “Rasanya pertimbangan sudah jelas bahwa tidak ada hal yang krusial dan bisa mengakibatkan putusan BANI ini harus dibatalkan,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan