Jakarta, innews.co.id – Masih membekas dalam ingatan kita, bagaimana Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, pelaku penembakan terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas mantan perwira tinggi Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kadivpropam Polri, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, hanya divonis 1 tahun 6 bulan. Bahkan kini Bharada E sudah bebas.
“Biar bagaimanapun Richard adalah pelaku penembakan, lepas dari dia disuruh oleh Ferdy Sambo. Tapi karena tekanan publik, majelis hakim hanya memvonis 1,5 tahun saja. Sementara Shane Lukas (19 tahun), bukan pelaku, tidak ikut menganiaya atau merencanakan penganiayaan, hanya menvideokan lantaran disuruh Mario Dandy, tapi divonis 5 tahun penjara,” ujar Happy Sihombing, Koordinator tim kuasa hukum Shane Lukas dari Tim Hukum Borsak Sirumonggur Sihombing Lumbantoruan (THBS) yang beranggotakan 26 advokat ini kepada innews, di Jakarta, Kamis (2/11/2023).
Happy mengaku heran dengan keputusan hakim di PN Jakarta Selatan yang diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. “Kami sangat keberatan dan menyayangkan vonis tersebut. Itu sangat tidak adil. Peran Shane hanya sebatas memvideokan, di mana itupun karena disuruh oleh Mario Dandy. Adalah tidak adil seseorang yang hanya memvideokan suatu kejadian dihukum 5 tahun penjara,” tegasnya.
Di tingkat banding sama saja, putusan tetap 5 tahun. “Kami menilai bahwa hakim di Pengadilan Tinggi tidak mengeksplor bukti-bukti dan fakta-fakta yang kami sampaikan,” tandasnya.
Shane pada kasus itu hanya turut serta yang menurut Happy itu juga tidak tepat karena dia tidak ikut merencanakan, menganjurkan, apalagi melakukan kontak fisik (menganiaya) dengan David Ozora.
Dirinya menduga karena kasus ini viral sehingga majelis hakim jadi terpengaruh dan memutuskan sesuatu yang jauh dari rasa keadilan. “Dalam memutuskan perkara harus didasarkan pada keadilan, baru secara hukum, dan kemanfaatan. “Di kasus ini, tidak ada keadilan bagi Shane, boro-boro bicara hukum, apalagi kemanfaatan. Apa manfaatnya bagi Shane dengan divonis 5 tahun penjara?” cetus Happy lagi.
Tim Hukum Shane Lukas memutuskan menempuh kasasi karena putusan di pengadilan tingkat pertama dan banding, putusannya tidak berkeadilan.
Dikatakannya, pasal yang dikenakan pada Shane tidak pas. “Awalnya di Polsek Pesanggarahan, pasal yang dituduhkan 351 KUHPidana tentang penganiayaan dan pembiaran (Pasal 76 c) UU Peradilan Anak. Ketika ditarik ke Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya berubah pasal yang disangkakan. Shane jadi kena pasal berlapis yakni, Pasal 355 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, di mana hakim menyatakan Shane turut serta melakukan penganiayaan terhadap David Ozora
“Tidak masuk akal pasal yang dikenakan kepada Mario juga sama kepada Shane. Sebenarnya ke Shane cukup pasal 76 (c) UU Peradilan Anak,” jelasnya.
Berlangsung singkat
Happy menambahkan, kejadian pemukulan dan sebagainya itu hanya berlangsung 16 detik saja. Di detik ke-17, pemukulan berhenti karena distop oleh Shane.
Dijelaskan, awalnya Shane diajak oleh Mario karena mau klarifikasi ke David. Selama di mobil bersama Agnes juga, tidak ada pembicaraan soal rencana mau memukul atau menganiaya. Turun dari mobil, Mario menyuruh Shane memvideokan. Hanya itu saja. Saat ini, Shane ditahan di Rutan Salemba, demi keamanannya.
Happy berharap, hakim di tingkat kasasi bisa benar-benar melihat penerapan hukumnya. Apakah sudah benar hukum yang diterpakan kepada Shane. “Kami berharap hakim di Mahkamah Agung bisa melihat apakah hukuman itu sudah adil, sementara dirinya tidak punya niat memukul atau ikut merencanakan, dan hanya memvideokan saja. Jadi, hakim di MA bisa memutus dengan hati nuraninya. Jangan karena ada desakan-desakan dari pihak luar,” tuturnya.
Sudah menjadi rahasia umum, banyak juga yang hanya menyaksikan suatu kejadian, tapi malah tidak sampai ditahan. “Kami akan perjuangkan keadilan bagi Shane. Sekalipun langit runtuh, keadilan untuk Shane harus terus diperjuangkan,” pungkas Happy. (RN)
Be the first to comment