Jakarta, innews.co.id – Uji materi yang dilayangkan PT Sarana Yeoman Sembada perusahaan asal Batam, kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait upaya hukum lain yang bisa ditempuh bagi pihak yang tidak puas dengan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan pailit. Upaya hukum yang diperbolehkan seperti dimaksud adalah kasasi dan peninjauan kembali (PK).
Ketua MK Anwar Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Rabu (15/12/2021), menyatakan, pasal 235 ayat 1 dan pasal 293 ayat 1 UU Nomor 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Sepanjang tidak dimaknai diperbolehkannya upaya hukum kasasi terhadap putusan PKPU yang diajukan oleh kreditur dan ditolaknya tawaran perdamaian dari debitur,” ujarnya.
Pengajuan uji materi ini dilakukan oleh Sanglong alias Samad sebagai Direktur Utama PT Sarana Yeoman Sembada. Pemohon menguji norma Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
Sebelumnya, PT Sarana Yeoman Sembada dijatuhkan status PKPU pada putusan perkara keempat yang artinya, ada tiga perkara sebelumnya yang pihak dan alat buktinya ditolak. Namun, pada perkara keempat pihaknya sama, alat buktinya sama, tetapi dikabulkan. Dalam pokok permohonan, pemohon mendalilkan Pasal 235 ayat 1, Pasal 293 ayat 1, dan Pasal 295 ayat 1 UU 37/2004 bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Ada lima argumentasi yang termuat pada bagian duduk perkara. Salah satunya, menurut pemohon, berlakunya Pasal 235 ayat (1), Pasal 293 ayat (1), dan Pasal 295 ayat (1) UU 37/2004 mengakibatkan tidak ada upaya hukum apapun bagi pemohon untuk memperoleh keadilan. Padahal dengan adanya ketidaktelitian majelis hakim dalam memeriksa, mengadili serta memutus suatu perkara, mengakibatkan pemohon merasa dirugikan dan merasa hak hukumnya telah dirampas oleh ketentuan pasal tersebut.
Pemohon mendapati adanya penerapan hukum yang keliru dan menciderai rasa keadilan jika tidak diberikan kesempatan upaya hukum kasasi atau peninjauan kembali. Dalam salah satu putusannya, MK menyatakan Pasal 235 ayat (1) dan Pasal 293 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “diperbolehkannya upaya hukum kasasi terhadap putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang diajukan oleh kreditur dan ditolaknya tawaran perdamaian dari debitur”.
Dengan adanya putusan ini, nantinya pailit yang diakibatkan oleh gugatan PKPU, yang menurut Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak dimungkinkan upaya hukum, bisa dilakukan upaya peninjauan kembali, khususnya PKPU yang diajukan oleh kreditur. (RN)
Be the first to comment