Jakarta, innews.co.id – Indonesian Feminist Lawyers Club (IFLC) terus mengembangkan sayap pengabdiannya dengan memperluas layanan di Tangerang Selatan.
Sejumlah advokat serta stakeholders yang berada di Tangerang Selatan telah diberikan mandat oleh Ketua IFLC Nur Setia Alam Prawiranegara dan Sekretaris IFLC Badar Antonius. Perluasan layanan ini juga tak lepas dari dukungan advokat Hj. Lista Hurustiati, yang selama ini juga dikenal sebagai pemrakarsa bantuan hukum bagi korban kekerasan perempuan dan anak di wilayah tersebut. Kantor Sekretariat IFLC Tangerang Selatan berada di Gerai Lengkong, Ruko Golden Square, Blok GS. No. 5, Jalan Raya Ciater, Mekar Jaya, Serpong, Tangerang Selatan.
Dalam keterangan persnya yang diterima innews, Rabu (6/10/2021), Nur Alam mengatakan, sebelumnya IFLC juga telah menjalin kerja sama dengan media Hukum Online. “Saat ini kami tengah mendorong perluasan layanan, baik dalam maupun luar Indonesia, sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar,” katanya.
Dia menerangkan, IFLC sebagai lembaga advokasi yang memberikan pendampingan hukum kepada korban perempuan, anak dan kaum disabilitas, secara aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan pelatihan bagi para advokat. Untuk itu, dibutuhkan pelaksanaan yang konkrit dengan membuka cabang di setiap wilayah sebagaimana yang dimaksud dalam Anggaran Dasar IFLC. “Dengan pembukaan cabang akan memberikan ruang kepada para advokat menjalankan kewajibannya untuk melakukan bantuan hukum secara probono kepada korban dan sasaran yang akan diwujudkan berupa jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkupnya agar keadilan dan manfaat bagi korban dan proses hukum dapat berjalan dengan baik sebagaimana UU Advokat juga.
Dikatakannya, penanganan tindak pidana atas kekerasan baik terhadap perempuan, anak dan kaum disabilitas bertujuan memberikan manfaat, kepastian hukum, kepentingan hukum serta keadilan, dimana ruang lingkup berupa pendampingan serta penyuluhan atas hak korban, hak keluarga, perlindungan saksi dan ahli, pencegahan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, proses di pengadilan, koordinasi dan pengawasan khususnya pemenuhan hak korban, pemulihan korban, pemberian ganti rugi walaupun sebenarnya tidak bisa dinilai dengan uang, akan tetapi merupakan bentuk realisasi dari pertanggungjawaban si pelaku terhadap korban, kemudian proses hukum yang dijalani oleh Pelaku. “Semua ini telah dijalani oleh IFLC selama periode pertama kepemimpinan saya. Semua proses kami jalani dan semakin bertambah baik. Dengan pembukaan cabang ini, diharapkan pengabdian IFLC kepada masyarakat kian maksimal,” harapnya.
Tindakan advokasi dari IFLC, lanjut Nur Alam, pertama, tentunya harus memenuhi ketentuan hukum positif serta “landasan filosofis”, dimana mencerminkan nilai-nilai moral atau etika bangsa Indonesia, karena negara ini dikenal sebagai adalah bangsa yang berbudi luhur dan menolak adanya perbuatan melawan hukum. Kedua, “landasan sosiologis”, berdasarkan pada kesadaran hukum masyarakat, karena dibutuhkannya lembaga probono yang menyeluruh atau mencakup pelaku atas perbuatan kekerasan terhadap korban tentunya.
Ketiga, “landasan yuridis”, berupa landasan hukum yang menjadi dasar kewenangan atas pembuatan peraturan perundang-undangan, dimana setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Nur Alam menjelaskan, kasus-kasus hukum yang terjadi dan dialami oleh korban perempuan dan anak begitu beragam, antara lain, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), baik fisik maupun psikis; kekerasan seksual, seperti pencabulan, pemerkosaan, serangan seksual dan pelecehan seksual; eksploitasi seksual seperti perdagangan perempuan untuk tujuan seksual maupun prostitusi paksa. “Bahkan sekarang korban kekerasan seksual tidak hanya dialami oleh anak perempuan akan tetapi dialami juga oleh anak laki-laki sehingga membentuk mata rantai tindak pidana karena awalnya korban kemudian berubah menjadi pelaku,” tukasnya. (RN)
Be the first to comment