
Jakarta, innews.co.id – Turunnya inflasi di April 2024 harus terus dikawal agar tidak kembali reborn. Pasalnya, ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama di sektor manufaktur.
Para pengusaha menyambut baik melandainya inflasi dan berharap bisa mengerek nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika ke angka yang stabil. Namun fluktuasi inflasi dipengaruhi banyak faktor, baik dan dan luar negeri.
“Harusnya penurunan inflasi bisa mendorong peningkatan daya beli masyarakat,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Jakarta, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Kamis (2/5/2024).
Diana menjelaskan, kebijakan The Fed untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% cukup riskan bagi kebangkitan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Apalagi The Fed telah mengumumkan akan memperlambat pengurangan (tapering) quantitative easing (QE), pada 1 Juni 2024 nanti.
“Hal tersebut tentu bisa berdampak pada naiknya inflasi. Kalau penurunan inflasi tidak dikawal oleh pemerintah, maka inflasi masih rentan terjadi lagi,” imbuhnya.
Menurutnya, pemerintah perlu memperkuat konsumsi masyarakat dengan cara menekan harga-harga di pasaran dan mencukupi stok barang yang ada, terutama kebutuhan pokok. Dengan meningkatkan daya beli masyarakat, diharapkan bisa menjadi senjata ampuh fondasi rupiah akan tidak tertekan karena situasi global.
Potensi inflasi reborn, kata Diana, mengacu pada nilai tukar rupiah masih berfluktuasi. “Ini harus diperhatikan oleh pemerintah, di mana masih dibutuhkan upaya konkrit agar tidak terjadi dampak rambatan (contagion effects) yang lebih meluas lagi,” seru CEO PT Suri Nusantara Jaya ini.
Di satu sisi, sambungnya, meredanya isu-isu politik turut mempengaruhi turunnya inflasi. Namun, harus diingat Pilkada Serentak di November 2024 nanti, menjadi tantangan tersendiri dan berpotensi meningkatkan inflasi bila tidak dikawal dengan benar.
Berdampak
Bendahara Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini menegaskan, PHK memberi dampak kuat bagi penurunan daya beli masyarakat. Di mana orang kehilangan pekerjaan, tentu akan melakukan penghematan pengeluaran dan pengetatan keuangan.
“Melemahnya daya beli masyarakat tentu berpotensi memicu inflasi. Namun, bila pemerintah bisa menekan harga jual dan memperkuat stok barang yang ada, potensi inflasi bisa diminimalisir,” tandas Komisaris Independen PT Angkasa Pura Suport ini.
Lebih jauh Founder Toko Daging Nusantara ini mengatakan, harus diakui secara umum kondisi perekonomian kita sedang tidak baik-baik saja. Untuk itu, pemerintah perlu terus menjaga iklim bisnis agar tetap stabil.
“Pemerintah harus mengambil langkah-langkah konkrit dan kebijakan yang tetap pro-economic growth. Selain itu, perbankan juga bisa membantu pengusaha melalui mekanisme kredit yang baik dan lebih friendly,” tukasnya.
Tak hanya itu, pemerintah diharapkan bisa memperkuat kebijakan baik dalam aspek perdagangan, perindustrian, pertanian dalam arti luas serta pertambangan sumber daya alam dan mineral. Melalui penguatan ini, maka bauran kebijakan moneter dan fiskal serta kebijakan oleh kementerian/lembaga lainnya diharapkan mampu menjadi benteng pertahanan bagi rupiah di tengah menguatnya dollar AS.
“Sebaiknya pemerintah selalu menyiapkan konsep mitigasi keuangan guna mengantisipasi dampak-dampak yang muncul, baik untuk jangka pendek maupun panjang. Perlu ada treatment khusus dari pemerintah agar inflasi terus melandai, rupiah terkerek naik, dan daya beli masyarakat meningkat,” pungkas Diana Dewi. (RN)
Be the first to comment