Jakarta, innews.co.id – Presiden Joko Widodo menerbitkan aturan baru terkait pengelolaan dana otonomi khusus (Otsus) Papua. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua. Aturan tersebut mulai berlaku sejak diundangkan, 15 Oktober 2021.
Dalam Pasal 5 PP 107/2021 tersebut dikatakan, “Penggunaan penerimaan provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka otonomi khusus dilakukan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan berpedoman pada Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) dengan mengedepankan prinsip pengelolaan keuangan yang baik”.
Presiden menjelaskan, pendanaan untuk Papua terdiri dari dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam pertambangan migas sebesar 70 persen dan DBH gas alam 70 persen. Lalu, dana otonomi khusus (otsus) sebesar 2,25 persen dari plafon alokasi dana alokasi umum (DAU) nasional dan dana tambahan infrastruktur (DTI).
Selanjutnya, dari total DBH, sekitar 35 persen harus digunakan untuk belanja pendidikan provinsi dan kabupaten/kota. Sisanya, 25 persen untuk belanja kesehatan dan perbaikan gizi, 30 persen untuk belanja infrastruktur, dan 10 persen untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat.
Sementara itu, untuk dana otsus, sebesar 1 persen dari DAU nasional akan diberikan untuk keperluan umum. Sementara 1,25 persen sisanya diberikan dengan sistem berbasis kinerja pelaksanaan.
Penerimaan dana otsus 1 persen digunakan untuk pembangunan, pemeliharaan, dan pelaksanaan pelayanan publik. Selain itu, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lembaga adat serta hal lain berdasarkan kebutuhan dan prioritas daerah.
Dana 1,25 persen digunakan paling sedikit 30 persen untuk belanja pendidikan, paling sedikit 20 persen untuk belanja kesehatan, dan ada pula yang dialokasikan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Sedangkan untuk DTI, besarannya akan ditentukan dari hasil kesepakatan antara pemerintah dan DPR berdasarkan usulan provinsi pada setiap tahun anggaran. Penetapannya memperhatikan kinerja DTI tahun sebelumnya dan kemampuan keuangan negara.
Presiden juga menginstruksikan, selain bersumber dari pusat, Pemprov Papua dapat mengalokasikan sebagian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang bersumber dari hasil eksploitasi sumber daya alam Papua untuk ditabung dalam bentuk dana abadi. Nantinya, hasilnya bisa dimanfaatkan untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan di masa mendatang.
Kepala Negara menekankan pentingnya alokasi dana Papua untuk pendidikan. Bahkan, ia berharap anak-anak Papua bisa mendapatkan pendidikan bermutu sampai tingkat sekolah menengah dengan beban dana kepada masyarakat serendah-rendahnya.
Begitu pun untuk bidang kesehatan, Presiden ingin Pemprov Papua menjamin kesejahteraan dan keamanan bagi tenaga kesehatan. Caranya, dengan memberikan insentif tambahan berbasis kinerja dan kehadiran serta bantuan peningkatan kualifikasi dan kompetensi.
“Setiap penduduk Provinsi Papua berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu dengan beban masyarakat serendah-rendahnya,” tulis Pasal 17.
Terkait pengelolaan, nantinya gubernur dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan urusan pemerintahan dalam negeri perlu melakukan pendampingan kepada gubernur untuk mengevaluasi pengelolaan anggaran tersebut.
Evaluasi dilakukan terhadap kesesuaian antara usulan program dan RIPPP, kesesuaian program dan kewenangan, sinergi usulan rencana program, kewajaran nilai program dan kegiatan, asas efisiensi dan efektivitas, hasil pemantauan dan evaluasi penerimaan, hingga sinergi dengan rencana anggaran dan program yang bersumber dari dana tambahan DBH migas otsus. (RN)
Be the first to comment