
Jakarta, innews.co.id – Usai ‘makan malam’ para petinggi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pimpinan 7 fraksi di DPRD DKI, nampaknya gelaran Formula E berada di atas angin. Padahal, banyak pihak menilai, justru para pimpinan parpol tersebut sudah masuk angin alias tidak lagi care terhadap penderitaan rakyat lantaran ditimpa badai pandemi Covid-19.
Rasa percaya diri menyelimuti para pimpinan fraksi untuk seirama menolak interpelasi yang diajukan PDI-P dan PSI. Meski begitu spirit PDI-P tak padam sedikitpun. Sebab, faktanya semakin didalami, kian banyak hal yang akan dipertanyakan bila interpelasi disetujui.
Tapi faktanya tidak semudah itu. Anggota DPRD DKI Fraksi PDI-Perjuangan Ir. Manuara Siahaan dengan lugas menegaskan, interpelasi ditolak bukan berarti kiamat. Masih banyak cara untuk membongkar dugaan pelanggaran dibalik gelaran Formula E. “Kalau interpelasi ditolak, maka akan kembali pada rekomendasi BPK yang salah satu isinya memperbaiki feasibility study yang sudah dibuat,” ujarnya kepada innews, Selasa (21/9/2021).
Menurutnya, feasibility study itu saat ini tengah dikerjakan Jakpro. Kalau sudah selesai, maka akan dilakukan pembahasan, visible atau tidak. Bila tidak visible, otomatis akan gagal.
Dijelaskannya, bila Formula E gagal digelar, sementara commitment fee sudah dibayarkan beberapa kali, Manuara menegaskan, disitulah terjadi potensi kerugian negara. “Itu nanti akan kita tindaklanjuti dengan audit investigatif karena telah terjadi pelanggaran administrasi oleh karena prosesnya tidak benar. Untuk itu, akan didalami apakah pelanggaran itu karena faktor kesengajaan atau kelalaian. Jika sengaja atau lalai pun, tetap merupakan perbuatan melawan hukum karena telah merugikan keuangan negara,” paparnya.
Yang dilanggar adalah hukum administrasi pemerintahan negara, di mana seorang penyelenggara administrasi negara harus bertindak hati-hati, teliti, dan cermat. Sementara ini kan sembrono.
Lebih jauh lagi, ungkap Manuara, bisa dipertanyakan, apakah feasibility study yang dibuat sudah melalui verifikasi dihadapan publik atau belum. Ini kelihatan dari berita acara. “Kalau tidak ada, berarti sudah terjadi pelanggaran prosedur. Bisa jadi, mereka karang-karang itu supaya ada alasan meminta anggaran. Itu namanya pembohongan intelektual dan ada hukumnya,” tukasnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, bisa saja terjadi pemalsuan surat/dokumen atau surat palsu. Hasil feasilibity study itu adalah bukti surat yang digunakan pejabat untuk menggelontorkan uang negara. “Interpelasi bisa ditolak, tapi fungsi pengawasan dewan tetap berjalan. Bisa diganjal di pembahasan APBD juga,” terang Ketus Tim Interpelasi ini
Manuara mengatakan, ditargetkan minggu depan, pengajuan interpelasi sudah masuk ke Bamus DPRD. “Diharapkan minggu depan sudah maju ke Bamus. Seminggu kemudian sudah bisa diparipurnakan,” ungkapnya. (RN)
Be the first to comment