
Jakarta, innews.co – Hak interpelasi terkait rencana penyelenggaraan Formula E yang diajukan dua fraksi di DPRD DKI Jakarta yakni, PDI-P dan PSI, terus bergulir. Saat ini sudah siap dimasukkan ke Bamus DPRD, untuk selanjutnya akan diparipurnakan.
“Fraksi PDI-P konsisten memperjuangkan hak interpelasi karena cukup data, argumen, dan bahan. Soal menang kalah dalam paripurna nanti, itu urusan lain karena masyarakat nanti yang akan menilai,” ujar Manuara Siahaan Anggota DPRD DKI Fraksi PDI-P kepada innews, Selasa (21/9/2021).
Saat ini, kata Manuara, masyarakat sudah bisa melihat bahwa di masa pandemi ini, bukan program langsung yang tepat sasaran ke warga yang dijalankan Pemprov DKI, malah agenda olahraga yang tidak masuk

Dia mengatakan, pihaknya akan mempertanyakan isi perjanjian kerja sama dalam gelaran Formula E. Demikian juga hitungan terkait besaran commitment fee. “Kalau kita lihat pada acara yang sama, commitment fee di negara lain tidak sebesar yang harus dibayarkan Pemprov DKI, mencapai triliunan rupiah selama 5 tahun,” kata Manuara.
Ada kesan, perjanjian kerja sama ini ditutup-tutupi Pemprov DKI. “Karena ada yang ditutup-tutupi, maka kita gunakan hak interpelasi. Kalau dari awal sudah transparan, mungkin lain ceritanya,” imbuhnya.
Dijelaskannya, di masa pandemi ini, Pemerintah Pusat sendiri mengeluarkan aturan yang mengarahkan APBN dan APBD untuk penanganan Covid-19, disebut refocusing. “Anehnya, pemakaian anggaran untuk Formula E, kami nilai tidak terlalu relevan sebagai tugas pokok penyelenggaraan pemerintahan. Pemprov DKI bukannya refocusing, malah menghambur-hamburkan APBD. Bukannya digunakan untuk membantu warga, baik kesehatan dan ekonomi, malah dipakai untuk lomba balapan. Ini kan aneh,” tandasnya.
Gelaran Formula E sejatinya sudah diajukan pada RAPBD Perubahan di 2019. Manuara menilai, saat itu belum muncul Covid-19, sehingga asumsi APBD DKI dinilai masih normal. Harusnya, sekarang sudah pandemi Gubernur bisa memfokuskan pada kesehatan warga dan membantu perbaikan ekonomi secara nyata.
“Saat ini, Gubernur membuat Formula E menjadi isu prioritas. Itu sangat tidak masuk akal. Di sisi lain, 23 program gubernur dalam matriks RPJMD, semuanya jeblok. Mulai dari penanggulangan banjir, transportasi massal, DP 0 rupiah. Kenapa tidak diprioritas hal tersebut di sisa masa jabatannya,” serunya.
Hal lainnya, kata Manuara, pembayaran commitment fee Formula E melewati masa jabatan Gubernur Anies. “Ini melanggar aturan dan sangat fatal. Rasanya ‘pembisiknya’ gubernur tidak benar itu sehingga lahir Instruksi Gubernur No 49 Tahun 2021. Masak seorang gubernur tidak paham aturan bahwa tidak boleh membuat progran yang melewati masa jabatannya. Bila dilaporkan, pasti akan dapat teguran dari Menteri Dalam Negeri,” ungkapnya.
Hak interpelasi, sambungnya, melekat pada diri setiap anggota dewan. “Kami di Fraksi PDI-P diminta terus mengawal isu ini sampai tuntas. Sementara 7 fraksi lainnya kan tidak demikian. Entah mungkin sudah ‘kenyang’ atau ada alasan lain,” sindirnya.
Harus dipahami bahwa uang digunakan untuk Formula E itu adalah uang rakyat yang diperoleh dari pajak. “Kan sudah jelas ada audit dari BPK sebagai pengawas keuangan negara. Tapi kalau Pemprov DKI dengan sengaja menabrak, ada hukumnya. Meski dikatakan tidak melanggar UU, tapi kalau sudah ditemukan pelanggaran administrasi, malah ditabrak juga, kemudian di ujung ternyata ada kerugian, berarti mereka (Pemprov DKI) bebal dan bandel,” kupasnya.
Manuara menambahkan, bisa saja diminta dilakukan audit investigatif. Bila ditemukan pelanggaran prosedur, maka bisa dikenakan UU Tipikor. Perbuatannya sudah jelas, tinggal diperiksa saja. “Kita bisa periksa feasibility study-nya. Kalau bisa dibuktikan ternyata tidak ada keuntungan, berarti pejabat negara sudah berbohong. Itu pidana. Unsur yang kasat mata yang terlihat, ternyata dalam feasibility study, variabel commitment fee tidak dimasukkan. Itu artinya, pejabat itu sudah menipu,” paparnya.
Terkait feasibility study Formula E, Manuara mengatakan, itu juga yang ditutup-tutupi karena dalam pengajuan di 2019 pengajuan anggaran sifatnya gelondongan. “Alat ukur kita adalah audit BPK,” tuntasnya. (RN)
Be the first to comment