Jakarta, innews.co.id – Organisasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Banyak tugas-tugas Kadin sesuai UU No. 1 Tahun 1987 tentang Kadin yang tidak dijalankan. Bahkan, saat ini banyak penyimpangan terjadi di Kadin.
Hal ini secara kritis dikatakan Dr. John Palinggi, pengusaha senior yang juga mantan pengurus Kadin baik di pusat maupun daerah, sejak tahun 1975 ini. “UU No. 1 Tahun 1987 tentang Kadin jelas mengatakan, Kadin adalah wadah komunikasi dan konsultasi para pengusaha Indonesia, baik yang bergabung maupun tidak bergabung,” kata John kepada innews, Selasa (1/6/2021).
Demikian juga dalam Pasal 5 disebutkan, Kadin independen, bukan organisasi pemerintah, bukan organisasi partai politik dan dalam kegiatannya tidak mencari keuntungan. Faktanya, menjadi anggota Kadin dipungut biaya antara Rp2-Rp2,5 juta. Itu harus dibayar setiap tahunnya. “Urus izin saja di pemerintah tidak ada pungutan biaya, malah Kadin melakukan pungutan biaya pendaftaran. Ini termasuk pungli,” ujar John yang juga Presiden Direktur PT Karsa Mulindo Semesta Group ini.
Demikian juga pendaftaran asosiasi di Kadin, seperti lebih hebat dari pendaftaran ke Surga. Bahkan, sekalipun asosiasi sudah terdaftar di Kemenhukham, tetap saja sulit mendaftar di Kadin.
Harus diingat, ungkap John, dalam Pasal 10 UU No 1 Tahun 1987 tentang Kadin, dikatakan, Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU No 1 Tahun 1987 tentang Kadin dan kebijakan pemerintah di bidang perekonomian. Di Pasal 11, Jika Kadin melanggar, maka pemerintah dapat mencabut Keppres tentang Kadin.
Saat ini, kata John, Kadin itu ibarat pohon yang akarnya ke atas, bukan ke bawah. Tak heran, pohonnya jadi layu. Anggota tidak merasakan manfaat organisasi, hanya pengurus saja yang berlomba-lomba kejar proyek untuk kepentingan pribadi. Itu juga yang membuat Kadin pecah.
Anehnya lagi, tambah John, ada pengurus Kadin di salah satu provinsi korupsi uang organisasi sampai Rp2 milyar dan digunakan untuk kepentingan dirinya jadi caleg. “Memungut uang dari anggota saja sudah salah. Ini malah dikorupsi lagi uangnya,” imbuh John tak habis pikir.
Harusnya, sambung John, Kadin bisa mendukung program pemerintah, bukan malah menyusahkan dengan minta-minta proyek.
“Kadin sekarang sudah terjerumus pada pola pemikiran politis dan kepentingan kelompok yang sempit,” tegas John yang juga dikenal pernah sebagai tenaga ahli pengajar di Lemhanas dan narasumber di Kepolisian ini. Buktinya lagi, banyak pengusaha-pengusaha besar tidak dilibatkan di Kadin. Padahal, kontribusi mereka besar untuk negara ini.
Ditegaskan, hentikan pungutan-pungutan di Kadin dan jangan mempersulit pendaftaran. Mereka bukan pemerintah. Hentikan pengurus-pengurus Kadin yang minta-minta proyek ke pemerintah pusat dan daerah. “Lebih baik pengurus Kadin berusaha agar ada keadilan dalam proyek-proyek pemerintah. Dengan kata lain, menciptakan peluang-peluang kerja di dalam dan luar negeri untuk kepentingan anggota,” tandasnya.
Saat ini, kalangan perbankan pun ketakutan kalau orang Kadin minta pinjaman atau pembiayaan proyek-proyek.
Disoroti juga ada orang parpol yang masuk Kadin. “Kalau sudah masuk parpol atau menjadi anggota legislatif atau eksekutif di pusat dan daerah berhenti jadi anggota atau pengurus Kadin,” tukas John yang juga Ketua Harian Bisma ini.
Parahnya lagi, di Kadin DKI ada rektor sebuah universitas swasta jadi Ketua Dewan Pertimbangan. Harusnya pengusaha yang punya usaha jelas, usahanya masih berjalan dan rajin bayar pajak. “Kadin harus melakukan seleksi ketat terhadap anggotanya,” seru John yang juga Ketua Umum Ardin Indonesia ini.
Terkait sosok yang pas memimpin Kadin, John menilai, seorang calon Ketua Umum Kadin harus orang-orang yang terseleksi. Jangan perusahaannya tidak jelas, punya kredit macet di bank, maunya memonopoli suatu usaha, kerjanya mengintimidasi pejabat di pusat dan daerah, itu yang dipilih. Sangat berbahaya bagi Kadin.
Ketum Kadin, menurut John, harus seorang yang memiliki jiwa pengabdian dan pengorbanan serta mau memajukan dunia usaha, bukan hanya mensukseskan grup usahanya saja atau seperti preman yang haus akan proyek-proyek.
Kalau bisa dudukkan pengusaha-pengusaha besar di dalam kepengurusan Kadin. Sehingga pemerintah bisa terbantu, baik pembukaan lapangan kerja atau pun penerimaan pajak serta memberi pemikiran yang konkrit, bukan menjadi benalu yang kerjanya minta-minta proyek.
Kedepan, tutur John, tugas Kadin tidak ringan, utamanya membimbing anggota-anggota agar bisa maju bersama. “Perlu perubahan radikal di dalam Kadin, terkait mental, akhlak, ketaatan pada prosedur dan regulasi, memiliki rasa iba terhadap pengusaha-pengusaha anggotanya, rasa terpanggil untuk membantu pemerintah, mengkonsolidasikan kekuatan dunia usaha sehingga bisa memberi stimulus bagi perekonomian bangsa, menselaraskan hubungan pengusaha dan buruh,” cetusnya.
Meski demikian, John mengakui, beberapa pengusaha di Kadin punya niat baik memajukan dunia usaha, tapi tidak difungsikan. Justru mereka yang ‘bermasalah’ dalam berbisnis malah jadi pengambil keputusan di Kadin. (RN)
Be the first to comment