Jelang Rakernas Peradi, Otto Hasibuan Minta Advokat Kritis Sikapi Putusan MK

Prof Otto Hasibuan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI)

Jakarta, innews.co.id – Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) yang akan diadakan di Swiss-Belhotel Harbour Bay, Batam, Kepulauan Riau, 12-13 Desember 2022 ini, bakal mengupas tuntas putusan Mahkamah Konstitusi yang dinilai telah mengebiri hak konstitusi para advokat untuk berserikat dan berkumpul.

Putusan MK Nomor: 91/PUU-XX/2022 ini diduga merupakan bentuk ketidakmengertian para Hakim MK akan keberadaan Organisasi Advokat (OA). “Benar, kami penegak hukum yang setara dengan Hakim, Jaksa, dan Polisi, tapi tidak sama. Sebab, kami independen, tidak dibentuk atau dibiayai oleh negara. Berbeda dengan penegak hukum lainnya,” kata Prof. Dr. Otto Hasibuan, SH., MM., Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, dalam perbincangan khusus dengan innews, di Jakarta, Rabu (7/12/2022).

Harusnya sebelum membuat putusan, kata Otto, para Hakim MK mendalami tentang OA. Dihadirkan advokat, Anggota DPR, dan pemerintah. Dijelaskannya, OA dibentuk oleh anggota, kekuasaan tertinggi ada pada anggota, tapi MK malah mencampuri dan mau mengatur-atur OA. “Ini aneh. Keputusan MK bertentangan dengan Konstitusi tentang kebebasan berserikat dan berkumpul. Apa urusannya MK mengatur soal masa jabatan Ketua hanya boleh dua periode? Itu bukan ranahnya MK, tapi menjadi keputusan anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam OA,” ujar Prof Otto.

Dengan putusan MK ini, sambungnya, tidak ada lagi kebebasan berserikat bagi para advokat. Kalau begitu, yang akan dirugikan adalah masyarakat, para pencari keadilan. “Profesi dan organisasi advokat itu pengabdi dan pelayan masyarakat yang independen. Kalau independensinya sudah hilang, artinya sulit bagi para advokat melayani para pencari keadilan secara maksimal,” serunya.

Prof Otto menantang MK, berani tidak MK memutuskan kalau Ketua Umum partai politik dibatasi hanya dua periode saja? “Berani tidak MK memutuskan begitu?” ucapnya.

Baginya, kalau independensi advokat dihancurkan, maka penegakkan hukum pun akan tenggelam. “MK sudah melakukan sesuatu yang melebih kewenangannya. Dalam hal ini, MK malah berperan sebagai pembuat UU,” tukasnya.

Karenanya, Otto meminta para advokat kritis dalam menyikapi persoalan tersebut. “Harus dipahami, menjadi Pimpinan Peradi itu pengabdian, bukan kekuasaan. Seperti saya, selama memimpin Peradi, waktu saya yang benar-benar untuk pekerjaan hanya 20%, sisanya untuk organisasi. Coba bayangkan, kalau bukan kita punya spirit mengabdi dan melayani, apa mau kita menjalani itu?” tukas Prof Otto.

Dia meminta MK tidak perlu gengsi untuk putusannya yang jelas-jelas sudah bertentangan dengan Konstitusi. “Gak usah malu. Lebih baik MK gentle, lakukan revisi bila memang itu untuk kebenaran, sesuai dengan fakta yang ada. Karena putusan yang dibuat telah menabrak UUD 1945 dan mengkooptasi independensi advokat,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan