Jakarta, innews.co.id – Tingginya permintaan (demand) di pasar internasional membuat ekspor bahan mentah masih ‘dilegalkan’, meski Pemerintah Pusat terus mendorong hilirisasi.
“Masih maraknya ekspor bahan baku, seperti batu bara lebih dikarenakan permintaan buyer di luar negeri masih besar,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, dalam keterangannya kepada innews, di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Diana mencontohkan, menurut data International Energy Agency (IEA), kebutuhan batu bara Tingkok pada 2023 ini sebesar 4,7 miliar ton, India sebanyak 1,2 miliar ton. Bahkan, secara global, kebutuhan akan batu bara dunia tahun ini mencapai sekitar 8,38 miliar ton.
Begitu juga saat Trade Expo Indonesia (TEI), Kementerian Perdagangan mencatat komoditas batu bara menempati posisi pertama, yang dalam 5 hari ekspo, transaksinya mencapai US$13,28 miliar atau 58,93%, dari total capaian transaksi sebesar US$25,3 miliar.
“Dari situ bisa dilihat, ada demand yang besar di pasar internasional. Tak heran, penjualan bahan baku batu bara pun tetap menjadi primadona karena bisa menghasilkan cuan lebih cepat dibandingkan menunggu hilirisasi,” tukas CEO PT Suri Nusantara Jaya ini.
Di sisi lain, lanjut Diana, proses hilirisasi tentu membutuhkan waktu. “Ekspor bahan setengah jadi atau bahan jadi, tentu membutuhkan waktu dan peralatan, serta pabrik pengolahannya. Belum lagi soal teknologinya. Dengan kata lain, hilirisasi membutuhkan waktu, tempat, lobi-lobi, dan modal yang tidak sedikit. Sementara kekuatan anggaran pemerintah belum sepenuhnya bisa membuat pabrik pengolahannya,” urainya.
Diana menilai, sebagai pengusaha tentu akan melihat peluang mana yang bisa lebih cepat menghasilkan keuntungan. Jadi, seringkali visi pemerintah tak berjalan secara baik karena kurang ditopang oleh pendanaan dan kepastian hukum.
Dia beranggapan, untuk mendorong hilirisasi, baik barang setengah jadi ataupun barang jadi, pemerintah harus memilah, mana produk yang bisa diolah lebih dulu. Dalam hal ini, pemerintah bisa mengupayakan pembangunan pabrik dengan dana APBN maupun skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), sehingga bisa masuk teknologi pengolahannya.
“Kalau semua produk mau di hilirisasi secara bersamaan tentu akan cukup berat, tapi sebaiknya dilakukan secara bertahap. Dengan begitu, maka pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi bisa dilakukan. Sepanjang tidak difokuskan pada beberap item saja, sulit rasanya dikembangkan hilirisasi secara menyeluruh,” tegas Diana Dewi. (RN)
Be the first to comment