Jakarta, innews.co.id – Bak pepatah senjata makan tuan. Kata ‘brutal’ yang diucapkan Bambang Widjojanto (BW) untuk mengingatkan pemerintah agar tidak mengesahkan KLB di Deli Serdang, kini berbalik padanya.
Dengan tegas, Gede Pasek Suardika Sekjen Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) mengatakan, ”Kalau bicara Brutalitas Demokrasi yang diungkapkan BW, maka justru menurut saya, ketika BW sebagai Komisioner KPK bersatu frekwensi dengan keinginan Cikeas lah yang paling brutal menyingkirkan Anas Urbaningrum (AU). Saya bicara suarakan keadilan untuk AU karena masih dalam penjara,” ungkap Pasek, Senin (15/3/2021).
Tampilnya BW di kubu Cikeas, bagi para loyalis AU, itu telah membuka selubung yang membuat samar hubungan kasus Anas dan pelengserannya dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat.
“Hadirnya sosok BW sebagai kuasa hukum kubu AHY membangkitkan memori pada rangkaian panjang kisah lengsernya AU,” tuturnya Menurut dia, dalam kasus AU, memang ada dua sosok Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bersemangat memenjarakan AU.
”Yaitu Samad yg terbukti ngebet nyawapres dan BW yang ternyata satu jalur dg Cikeas. Bahkan Keduanya terlibat dalam Kasus Sprindik Bocor usai pidato @SBYudhoyono dari Jeddah,” tulis Pasek lewat akun twitter @G_paseksuardika, Senin (15/3/2021).
Pasek menjelaskan, BW selalu lantang mengondisikan opini untuk menjerat Anas. Upaya keras KPK disampaikan BW dengan mengatakan telah memeriksa lebih 350 orang. Namun KPK masih saja kesulitan menemukan kejahatan dengan alat bukti yang telak.
”Saking sulitnya menjerat, konon BW berinisiatif memasang dakwaan kasus Hambalang dan Proyek-proyek lainnya. Kasus yang tidak jelas proyek apa yang dimaksud. Yg penting Tersangka dulu copot posisi dari ketum,” cuitnya.
Lanjut Pasek mengatakan, terjadi tarik ulur penentuan status tersangka Anas yang berjalan seiring dengan upaya pelengseran AU dari posisi Ketum Partai Demokrat lewat berbagai cara.
”Puncaknya adalah pidato SBY di Jeddah yang dengan tegas meminta status AU. Kalimat yang mirip: Kalau salah katakan Salah kalau tidak salah tolong jelaskan kenapa tidak salah,” tulis Pasek.
Selepas pidato SBY, beberapa petinggi Partai Demokrat membuat pernyataan dengan yakin bahwa AU sudah tersangka, tetapi surat spindik belum ada. Tekanan mentersangkakan AU makin kencang. Dan tiba-tiba saja bocor surat perintah dimulainya penyidikan yang diteken BW dan Samad meskipun belum ada gelar perkara.
”Silakan pakar hukum bicara, ada dan bolehkah dakwaan kasusnya tidak jelas, yaitu Proyek-proyek lainnya menjadi dasar mentersangkakan dan mendakwa warga negara..? Itu terpaksa dilakukan karena kejar tayang. Maklum sudah masuk tahapan Pemilu, AU blm juga bisa lengser,” tutur Pasek.
Di saat yang bersamaan, Cikeas membuat pakta integritas pengambilalihan kewenangan Ketum Partai Demokrat oleh Ketua Majelis Tinggi. Sebagai Ketua Majelis Tinggi menggelar rapimnas tanpa melibatkan ketua umum tetapi masih gagal melengserkan AU.
Menurut Pasek, BW dan Samad paling bersemangat dalam kasus AU. Tuntutan juga hukuman maksimal selalu disuarakan tanpa melihat fakta sidang.
”Manuver BW dalam kasus AU selama bergulir akhirnya kini makin mendapatkan jawaban yang lebih terang. Kenapa BW bersikap begitu pada AU, dan begitu semangat merealisasikan gerakan Cikeas terhadap AU. Publik mulai mendapatkan gambaran soal satu barisan,” tulis Pasek.
Berdasar ingatannya itulah, Pasek ikut merespons diksi ”brutal” yang digunakan BW untuk mengingatkan pemerintah agar tidak mengesahkan KLB di Sibolangit berikut hasilnya. Menurut dia, yang terjadi pada AU itulah brutalitas sesungguhnya. (RN)
Be the first to comment