Kejahatan Seksual Diduga Jadi ‘Senjata Perang’ Rusia

Kekejaman di Ukraina terus didokumentasikan

Jakarta, innews.co.id – Rusia diduga telah menjadikan kekerasan seksual dan pembunuhan massal sebagai senjata dalam menginvasi Ukraina. Fakta di lapangan dan testimoni dari sejumlah pihak menguatkan dugaan tersebut. Saat ini, Pemerintah Ukraina tengah mengumpulkan bukti-bukti akan hal tersebut.

Di depan anggota Parlemen Lithuania, Presiden Zelenskyy mengisahkan kekejaman tentara Rusia yang mengerikan. “Kuburan massal baru ditemukan hampir setiap hari,” ungkap Zelenskyy, Jumat (29/4/2022), seraya mengatakan, upaya penyelidikan terhadap kejahatan perang Rusia terus dilakukan.

Lebih jauh Presiden Ukraina mengatakan, ribuan testimoni dari para korban terus dikumpulkan. Pihak Ukraina juga menemukan ratusan kasus penyiksaan dan pembunuhan, dengan mayat terus ditemukan di saluran air dan ruang bawah tanah.

“Ratusan kasus pemerkosaan telah dicatat, termasuk gadis-gadis muda dan anak-anak yang masih di bawah umur, bahkan menimpa bocah kecil!” beber Zelenskyy.

“Kelompok hak asasi Ukraina telah menginformasikan dugaan kebrutalan yang mengerikan terkait perkosaan dan pembunuhan massal yang sengaja dilakukan tentara Rusia, dengan niat untuk menjadikannya sebuah senjata perang. PBB harus mendengar dan tahu itu,” tandas Zelenskyy.

Sementara itu, Komisioner Parlemen Ukraina untuk Hak Asasi Manusia, Lyudmila Denisova, mengungkapkan kekejian yang sama. Ia menemukan sejumlah warga sipil di Bucha tewas dengan menunjukkan tanda-tanda penyiksaan, sebelum ditemukan beberapa waktu kemudian.

Diungkapkan juga, pemerkosaan yang menimpa gadis berusia 14 tahun yang dilakukan 5 tentara Rusia. Dikabarkan, ada sekitar 120.000 anak-anak Ukraina ditangkap dan diculik. Beberapa di antaranya diperkosa dan lainnya diselundupkan ke Rusia.

Dikisahkan, seorang wanita bernama Tetiana Zadorozhniak, yang diduga telah diperkosa dan dibantai di Kota Makariv, 30 mil dari Kyiv, bulan lalu. Saat rumahnya didatangi warga setelah mundurnya tentara Rusia, ditemukan seprai bernoda darah. Pengungkapan itu sempat difilmkan. Nampak jelas, kamar-kamar di rumah itu telah dihancurkan dan isinya dibuang. Juru kamera yang mengabadikan terdengar terisak-isak saat dia menggambarkan adegan itu. Konon kabarnya, Tetiana diseret keluar dari rumahnya oleh orang-orang Ramzan Kadyrov saat dia menunggu evakuasi. Dia ditawan di sebuah rumah terdekat dan dianiaya.

“Setelah berhari-hari disiksa, salah satu tentara memperkosanya untuk terakhir kali sebelum memotong tenggorokannya dan membuang tubuhnya yang sudah tak bernyawa di kuburan dangkal,” tutur penduduk setempat dalam klip video yang dibagikan di telegram dan twitter oleh Penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina, Anton Gerashchenko.

Masih di Bucha, dilaporkan, 25 gadis dalam rentang usia 14 hingga 25 tahun, diperkosa secara ‘sistematis’ saat ditahan di ruang bawah tanah.

“Korban mengatakan, tentara-tentara Rusia itu berteriak bahwa mereka akan memperkosa para korban sampai pada titik di mana korban tidak menginginkan kontak seksual dengan pria mana pun, untuk mencegah korban-korban memiliki anak Ukraina,” kata Denisova.

Pada bagian lain, pejabat Ukraina Oleksandr Vilkul mengklaim pasukan Putin memperkosa gadis berusia 16 tahun dan seorang wanita tua, 78 tahun, dalam tindakan barbarisme terbaru mereka.

Dalam program Sunday Morning di BBC yang dipandu Sophie Raworth, Pascal Hundt dari Palang Merah Ukraina mengatakan dunia dapat membayangkan tingkat keputusasaan warga Ukraina. “Mereka mencoba melarikan diri. Sementara menunggu kereta, mereka ditembaki,” ucap Hundt.

Kesaksian lain dari seorang wanita berusia 50 tahun yang tinggal 45 mil dari Kyiv, kepada BBC mengungkapkan, seorang tentara Chechnya menerobos masuk ke rumahnya, 7 Maret lalu. Lalu dirinya dibawa dengan todongan senjata ke sebuah rumah di dekatnya. “Dia memerintahkan saya: “Buka pakaianmu atau aku akan menembakmu!”

Wanita itu melanjutkan, tentara itu terus mengancam akan membunuhnya jika tidak melakukan apa yang dia katakan. Ia pun diperkosa dan dibawa pergi. Saat bisa kembali ke rumah, ia menemukan suaminya telah ditembak di perut dan meninggal dua hari kemudian karena luka-lukanya.

Kondisi mengerikan

Lembaga hak-hak asasi internasional, Human Rights Watch (HRW), yang menurunkan timnya menyisir kota-kota Ukraina yang telah dibebaskan dari pendudukan Rusia, mendapati kengerian yang sama. “Hampir setiap kota dan desa, di mana pasukan Rusia lakukan pendudukan, menjadi tempat kejadian perkara. Pemerkosaan, pembunuhan, dan kematian ada di mana-mana di Ukraina. Kami menemukan banyak bukti bahwa pasukan Rusia yang menduduki beberapa kota di Ukraina mengabaikan kehidupan sipil dan prinsip-prinsip dari hukum perang,” sebut peneliti senior HRW, Andreas Harsono. Laporan pandangan mata HRW itu bisa dilihat di https://www.hrw.org/news/2022/04/21/ukraine-russian-forces-trail-death-bucha, dan penggalian data terus dilakukan guna pelaporan yang lebih resmi dan menyeluruh.

Pada bagian lain, menurut Presiden La Strada Ukraina—sebuah lembaga hak asasi manusia Ukraina, Kateryna Cherepakha, hotline darurat organisasinya telah menerima banyak telepon yang menuduh tentara Rusia bertanggung jawab atas sembilan kasus pemerkosaan, melibatkan 12 wanita dan anak perempuan.

Cherepakha mengatakan, sejauh ini hal itu hanyalah puncak gunung es yang terlihat. “Kami tahu, melihat, dan ingin Anda mendengar suara kami bahwa kekerasan dan pemerkosaan sekarang digunakan sebagai senjata perang oleh penjajah Rusia di Ukraina,” cetusnya.

Dia menyebut seorang bocah laki-laki berusia setahun termasuk di antara korban. Anak itu dilaporkan diperkosa oleh pasukan Rusia di depan ibunya yang diikat ke kursi dan dipaksa untuk menonton adegan sadis tersebut.

Meski Moskow berulang kali membantah tuduhan tersebut, tampaknya mereka akan kian sulit mengelak. “Rusia, seperti yang telah kami nyatakan lebih dari sekali, tidak berperang melawan penduduk sipil,” tegas Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyanskiy, kepada Dewan Keamanan, Senin lalu. Justru ia balik menuduh Ukraina dan sekutunya memiliki niat yang jelas untuk menampilkan tentara Rusia sebagai sadis dan para pemerkosa.

Sementara Direktur Eksekutif UN Women, Sima Bahous, mengatakan bahwa semua tuduhan harus diselidiki secara independen untuk memastikan keadilan dan akuntabilitas. “Kami semakin banyak mendengar tentang pemerkosaan dan tindakan kekerasan seksual,” ujarnya kepada Dewan.

Duta Besar Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Kantor Kejaksaan Agung Ukraina telah meluncurkan mekanisme khusus dokumentasi kasus kekerasan seksual oleh tentara Rusia terhadap perempuan Ukraina. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan