Jakarta, innews.co.id – Kasus kekerasan yang terjadi di sekolah perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Sebab, kekerasan kerap dilakukan dengan dalih mendisiplinkan anak didik.
“Kami dari Kemen PPPA tidak mentoleransi segala bentuk tindak kekerasan terhadap anak dimanapun, termasuk di lingkungan sekolah. Kami juga menyayangkan bahwa kekerasan yang terjadi seringkali dilakukan dengan dalih mendisiplinkan anak atas kesalahan yang dilakukan,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Rabu (24/11/2021).
Menurutnya, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jelas dikatakan, anak di dalam dan di lingkungan sekolah, wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
Terkait dugaan tindak kekerasan pada siswa di SPN Dirgantara di Batam, Nahar berkomentar, “Kemen PPPA akan terus memantau dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, khususnya Pemerintah Daerah Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau terkait proses hukum dan pendampingan anak-anak korban.
“Itu menjadi salah satu contoh bahwa kasus kekerasan terhadap anak di sekolah perlu mendapat perhatian khusus. Dari informasi yang diterima dari Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam, beberapa anak korban mengalami trauma dan membutuhkan penanganan profesional,” jelasnya.
Dirinya berharap, Pemerintah Daerah setempat dalam hal ini dinas yang membidangi urusan perlindungan anak dapat mengawal kasus ini sehingga anak bisa dapat terlayani secara komprehensif. Selain itu, lanjutnya, koordinasi dengan dinas terkait juga penting dilakukan agar pemenuhan hak anak tetap bisa terpenuhi, khususnya hak atas pendidikan.
Menurutnya, jika terbukti bahwa oknum tenaga pendidik di sebuah SPN di Batam melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, maka dapat diancam hukuman pidana berlapis, sebagaimana diatur dalam Pasal 76C jo Pasal 80 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak; Pasal 351 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); atau Pasal 354 KUHP, yang ancaman hukuman penjaranya di atas 5 tahun, serta hukuman pemberhentian pelaku dengan tidak hormat (PTH) dari instansinya.
Nahar juga membeberkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) yang menyebutkan, periode Januari-Oktober 2021, sebanyak 12.938 anak menjadi korban kekerasan. Sebanyak 2,55% kasus kekerasan dilakukan oleh guru di sekolah. (RN)
Be the first to comment