Jakarta, innews.co.id – Kondisi perekonomian di Jakarta belum sepenuhnya pulih. Karenanya, kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2024 sebesar 3,6%, menjadi Rp 5.067.381, dari sebelumnya Rp 4.900.798, dirasa cukup memberatkan para pengusaha.
“Kenaikan UMP DKI 2024 sebesar 3,6% memang dirasa masih memberatkan para pengusaha. Namun, itu sudah diputuskan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta, Diana Dewi, di Jakarta, Sabtu (23/11/2023).
Diana menjelaskan, dasar aturan yang digunakan adalah PP Nomor 51 Tahun 2023 sebagai revisi atas PP Nomor 36 Tahun 2021. “Kadin DKI sebelumnya sudah mengadakan pembicaraan dengan serikat pekerja dan Dewan Pengupahan. Namun memang belum ada kesepakatan. Kenaikan UMP sebesar 3,6% yang ditetapkan oleh Pemprov DKI belum disetujui oleh pihak pengusaha,” akunya.
Dikatakannya, saat rapat ada beberapa opsi. Dari pekerja keluar angka 15%, sementara dari para pengusaha menggunakan perhitungan alpha 02, dan ternyata pemerintah memakai alpha 03. Bahkan, Dewan Pengupahan pun belum menyetujui hal itu. “Kita juga harus menyadari bahwa sebagai pengusaha kita harus mengikuti aturan yang dibuat oleh pemerintah,” kata Diana lagi.
Meski begitu, menurut Diana, terkait implementasi regulasi tersebut tentu semua kembali pada perusahaan masing-masing karena ini menyangkut kemampuan cash flow dan perencanaan bisnisnya.
“Kami dari KADIN DKI Jakarta mengimbau para pelaku usaha bisa mengikuti kebijakan yang telah dibuat, meski tetap melihat kondisi masing-masing perusahaan,” serunya.
Diterangkan, UMP hanya sebagai standarisasi pengupahan bagi pekerja pemula. “Masing-masing perusahaan tentu melakukan penilaian kepada tiap karyawan dalam menentukan berapa upah yang diberikan, disesuaikan dengan masa kerja dan skill yang dimiliki tentunya,” jelasnya.
Kepada para pekerja/buruh, Diana berharap tidak terlalu memaksakan kenaikan dalam jumlah yang mungkin belum disanggupi oleh perusahaan. “Bila itu dilakukan, menutup atau memindah usaha ke daerah lain bisa menjadi choice dari para pelaku usaha. Kalau begitu, tentu pekerja juga yang akan dirugikan dan pemerintah daerah menjadi pusing karena artinya tingkat pengangguran akan meningkat,” tukasnya mengingatkan.
Diana menegaskan, pada hakikatnya, para pelaku usaha pasti memberi perhatian akan kesejahteraan pekerjanya. Namun, semua itu juga melihat pada ketersediaan dana, proyeksi usaha serta perjalanan bisnis, di mana hal tersebut sangat bergantung pada market, kondisi lokal, nasional, dan global, serta faktor-faktor pemicu lainnya. (RN)
Be the first to comment