Jakarta, innews.co.id – Pematenan Citayam Fashion Week bila dilakukan oleh individu saja, bisa menimbulkan masalah kedepannya. Sebab, dari namanya saja sudah ada unsur nama daerah/wilayah, juga ada unsur komunitas masyarakat juga di situ.
Hal tersebut dikatakan Dr. Suyud Margono, SH., M.Hum., FCIARB Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI) dalam perbincangan dengan Radio ElShinta terkait Citayam Fashion Week, Selasa (26/7/2022). Menurutnya, negara harus campur tangan terhadap pendaftaran merek-merek yang mengandung unsur kedaerahan. Jangan sampai justru individu nanti yang akan mengambil keuntungan dari nama tersebut dengan mendaftarkan HAKI.
Umumnya, pendaftaran HAKI itu merek entitas bisnis. Tapi kalau sesuatu digunakan secara komunal, maka itu termasuk dalam UU Hak Cipta, di mana Negara memberikan perlindungan kepada pemilik hak cipta tersebut. Kebetulan secara sistem, dimungkinkan pendaftaran yang sifatnya individu. Merek sifatnya lebih individual, meski bisa juga digunakan secara komunal.
Suyud menjelaskan, dalam pendaftaran Citayam Fashion Week, tidak lantas sederhana dan langsung diterima. Publik memiliki sarana untuk menyatakan keberatan atau klaim. Nantinya, klaim dari kelompok masyarakat ini akan menjadi pertimbangan dalam memutuskan menerima atau tidak pengajuan tersebut.
“Mereka yang mengklaim sebagai penggagas atau pemrakarsa Citayam Fashion Week ini baiknya membentuk wadah komunitas yang resmi dan berbadan hukum,” usulnya.
Selain itu juga agar kedepan tidak dimanfaatkan oleh salah satu pihak yang mau mengambil keuntungan, sebaiknya wadah komunitas warga Citayam misalnya, bisa berkolaborasi dengan pihak-pihak lain, termasuk AKHKI siap membantu.
Jadi, Citayam Fashion Week jangan digunakan untuk keuntungan ekonomi personal, tapi komunal yang dilindungi oleh UU. Sebab, kedepan acara semacam ini bisa menjadi bisnis bagi banyak pihak dalam sebuah kolaborasi. Dengan kata lain, pendaftaran merek yang dilakukan oleh kolektif, bukan individual. (RN)
Be the first to comment