
Jakarta, innews.co.id – Sejatinya, seorang hakim bersikap tenang dalam menggali data dan mengkroscek rangkaian peristiwa demi peristiwa. Tidak kemudian terkesan seperti memaksa dan terkesan mengancam saksi. Seperti yang terjadi saat sidang pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Richard Eliezer yang menghadirkan kesaksian Susi, asisten rumah tangga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10/2022)
“Hakim ojo kesusu, tapi harus tenang dan bersifat mendengarkan keterangan dari para saksi,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI) Dr. Palmer Situmorang dalam keterangan persnya, di Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Dalam persidangan tersebut hakim Wahyu Iman Santosa terkesan mengancam akan memproses pidana Susi lantaran dituding memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Palmer menilai, sikap hakim tersebut seakan-akan hendak membenarkan semua opini dalam pemberitaan pada kasus tersebut dengan menafikan konstruksi hukum yang tengah diuji di persidangan. “Kalau saya membaca konstruksi hukumnya, dari semua pemberitaan yang ada maupun diskusi dengan teman-teman pengacara, sebenarnya sudah lari kemana-mana ini. Kalau hakim memberitahukan bahwa nantinya ada implikasi pidana, itu sudah benar. Tetapi kalau dikatakan bahwa saksi sudah berbohong, untuk apa? Gali saja pertentangan, keterangan satu dengan yang lain, keterangan saksi, sesuai tidak dengan data? Valid tidak? Itu saja yang dipakai,” beber Palmer yang juga dikenal sebagai advokat senior ini.
Menurutnya, seorang hakim tentu sudah memiliki teknik interogasi yang baik, apalagi secara psikologi, meja hakim lebih tinggi dari saksi dan terdakwa, jadi jelas sekali wibawanya. Karena itu, mestinya tidak ada nada ancaman.
Dia mengatakan, dari pengalamannya beracara di pengadilan sebagai advokat, para pengacara tidak suka jika hakim terlalu aktif. Akan lebih baik, jaksa saja yang aktif untuk berperkara dengan para pengacara. “Hakim hanya menilai dan memberi pertimbangan. Jangan kemudian malah publik menanti-nanti apa yang ada di benak hakim ini, apa sikapnya,” imbuhnya.
Lanjutnya, jangan juga hakim seakan-akan memberi sikap kepada saksi maupun terdakwa, dalam artian seperti hendak mengarahkan sudah bersalah. Seharusnya, seorang hakim bersikap lurus. Ibaratnya hakim seperti God Father, seseorang yang berkomunikasi dengan Tuhan dalam upaya mencari keadilan.
“Penyidikan perkara ini sudah bagus, meski masih ada sedikit yang perlu dirapihkan. Ya itu, hakim tidak perlu aktif. Ini terjadi euforia sudah terbentuknya pemberitaan, seakan akan tidak diperlukan lagi kita menguji di persidangan, tinggal ketok palu saja,” tukas Palmer.
Palmer meneruskan, walaupun hakim memiliki keleluasaan yang dilindungi undang-undang, namun kewenangan itu mestinya digunakan dengan cantik dan luwes. “Hakim, kan, agung. Jadi harus bisa menempatkan diri dan menggali data dengan valid. Model approach sekeras jaksa tak apa, tapi harus membuat saksi bisa bicara lebih enak. Kalau saksi terkungkung, ingatan di kepala dia bisa buyar, tidak fokus terhadap apa yang ditanyakan padanya,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment