Jakarta, innews.co.id – Rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) oleh DPR RI pada 5 April 2024 dikhawatirkan tidak memuat secara komprehensif mengenai apa gol yang mau dicapai dengan kondisi Jakarta yang tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.
Padahal, perubahan status Jakarta harusnya mendorong kota ini menjadi City Global, di mana kekuatan utama terletak pada bisnis dan ekonomi. Untuk itu, pembahasan RUU ini sebaiknya melibatkan kalangan pengusaha di Jakarta.
“Kalau RUU DKJ buru-buru disahkan saya khawatir hanya dalam perspektif teori saja, sementara realita yang dihadapi bisa berbeda,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) DKI Jakarta Diana Dewi, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Menurutnya, sejak bergulir rencana perpindahan Ibu Kota Negara, Jakarta sudah diplot menjadi Kota Global seperti New York, Milan, London, dan sebagainya. Namun, untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan kerja keras dari seluruh pemangku kepentingan untuk merealisasikannya.
“Dari sisi kewenangan, setelah menjadi DKJ harusnya peran Pemerintah Provinsi diperkuat. Di satu sisi kesiapan infrastruktur dan sarana prasarana sudah baik, hanya saja perlu dilengkapi agar menjadi landasan kuat sebagai kota perdagangan, jasa, dan teknologi kelas dunia,” serunya.
Diana mengkritisi, tidak dilibatkannya organisasi pengusaha di Jakarta dalam membicarakan hal tersebut. “Dampak perubahan status Jakarta tentu juga dialami oleh para pelaku usaha. Tapi kalau pengusahanya tidak diajak bicara, Pemerintah Pusat tidak akan mendapat gambaran riil masalah di Jakarta, khususnya soal bisnis dan ekonomi,” ujar CEO PT Suri Nusantara Jaya ini.
Dirinya berkeyakinan meski Ibu Kota Negara pindah, namun Jakarta tetap menjadi lokomotif perekonomian negara.
Dewan Anglomerasi
Terkait rencana pembentukan Dewan Anglomerasi, Diana beranggapan, pada tataran konsep tentu baik. Dalam artian, bagaimana mendorong Jakarta menjadi pusat perekonomian nasional berskala global yang mengintegrasikan tata kelola pemerintahan, industri, perdagangan, transportasi terpadu, dan di bidang strategis lainnya untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan nasional.
Sebagai pengusaha, saya menyambut baik Jakarta masuk dalam kawasan anglomerasi, sehingga terjadi sinkronisasi antar-wilayah, yang sesuai Pasal 51 ayat 2 draf RUU meliputi Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Hanya saja, sambung Diana, perlu dipertanyakan kembali pembentukan Dewan Anglomerasi yang kabarnya akan ditunjuk langsung oleh Presiden RI. Jangan sampai ada dua matahari yang akan memimpin Jakarta nantinya. Perlu ada batasan yang jelas tugas dan kewenangan Dewan Anglomerasi.
“Saya khawatir pembentukan Dewan Anglomerasi ini tumpang tindih dengan Pemerintah Provinsi. Atau ibarat ada 2 matahari yang memimpin Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Ini tentu berbahaya. Selama ini, di sejumlah daerah masih ditemukan kebingungan karena ada dua lembaga yang memiliki otoritas yang mirip-mirip. Akibatnya, ada pendistribusian kewenangan yang tidak jelas,” tukasnya.
Saran saya, sebaiknya pengaturan anglomerasi diserahkan kepada Pemprov DKJ. Bisa saja Pemprov DKJ membentuk Dewan Anglomerasi, tapi posisinya di bawah Pemprov DKJ dan bertanggung jawab kepada Pemprov DKJ, di mana Pemerintah Pusat tidak perlu ikut terlibat di dalamnya.
“Kalaupun harus dibentuk Dewan Anglomerasi, maka harus diperjelas tugas dan pemisahan kewenangan dengan Pemprov DKJ, di mana masing-masing memiliki tupoksi sendiri-sendiri. Jangan sampai ada benturan kepentingan. Karena bila tidak dibuat penyekatan yang jelas antara dua lembaga ini, maka akan menyulitkan, termasuk bagi para pengusaha, terutama terkait kebijakan-kebijakan perekonomian,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment