Ketum KADIN DKI Rinci Dampak Konflik Iran-Israel Bagi Indonesia

Ketua Umum KADIN DKI Jakarta yang juga Founder PT Suri Nusantara Jaya

Jakarta, innews.co.id – Indonesia berpotensi terdampak konflik Iran-Israel. Tidak saja dari sisi bisnis, tapi juga bisa berdampak ke masyarakat.

“Konflik Iran-Israel dapat memicu lonjakan harga minyak mentah ke USD85,6 per barel atau meningkat 4,4 persen secara tahunan (yoy). Hal ini karena Iran merupakan negara penghasil minyak ke-7 terbesar di dunia,” kata Ketua Umum KADIN DKI Jakarta Diana Dewi, dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis (18/4/2024).

Melonjaknya harga minyak, lanjut Diana, dikhawatirkan berimbas ke pelebaran subsidi energi hingga pelemahan kurs rupiah lebih dalam. “Tentu ini juga bisa berdampak pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN), di mana akan mempelebar alokasi anggaran untuk belanja subsidi energi,” terang Founder PT Suri Nusantara Jaya ini.

Dampak lainnya, menurut Diana, adalah melemahnya investasi asing karena meningkatnya risiko geopolitik. Dalam hal ini investor akan mencari aset yang aman. Hal ini tentu bisa mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

“Lainnya, ekspor Indonesia ke Timur Tengah, Afrika dan Eropa bisa terganggu. Ini berdampak ke domestik, akan terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,6-4,8 persen pada tahun ini,” urai Bendahara Umum ICMI DKI Jakarta ini.

Lebih jauh Diana menjelaskan, masalah lain yang kemungkinan muncul adalah kebijakan suku bunga tinggi akan bertahan lebih lama atau higher for longer, bahkan ada risiko suku bunga naik. Juga distribusi bahan kebutuhan pokok juga bisa mengalami hambatan oleh karena kekhawatiran, baik dari negara penyuplai maupun konsumen.

Dikatakannya, konflik Iran-Israel bisa mendorong inflasi karena naiknya harga energi sehingga tekanan daya beli masyarakat menjadi semakin besar. “Rantai pasok global yang terganggu perang membuat produsen harus cari bahan baku dari tempat lain, tentu biaya produksi yang naik akan diteruskan ke konsumen,” imbuh Founder Toko Daging Nusantara ini.

Menyikapi kondisi demikian, Diana melihat pentingnya pemerintah segera menyusun langkah mitigasi bagi APBN untuk menjadi shock absorber (peredam kejut). Yang mana, dibutuhkan perubahan untuk menambah alokasi berbagai belanja termasuk belanja perlindungan sosial.

“Bila perlu dilakukan penambahan anggaran belanja untuk mempercepat pengurangan konsumsi BBM dan listrik dari komoditas fosil ke energi terbarukan. Dalam hal ini, APBN harus bergerak cepat,” bebernya.

Diana mencontohkan, sama seperti pengalaman perang Rusia-Ukraina, di mana distribusi sejumlah kebutuhan pokok terganggu, maka pemerintah perlu mewaspadai konflik Iran-Israel dan segera mencarikan solusi dan antisipasi. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan