Konflik Tanah, Warga Kalibakar Menanti Solusi Bukan Janji

Diskusi menyoal konflik tanah di Kalibakar, Malang, Jawa Timur, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta

Jakarta, innews.co.id – Warga Kalibakar, Kabupaten Malang, Jawa Timur, masih berharap ada solusi bijak dari pemerintah guna mengakhiri konflik tanah yang selama ini mengemuka di daerahnya.

Seperti diketahui, selama ini tanah seluas 1.936, 730 hektar, dikuasai oleh PTPN XII (sekarang PTPN I Regional 5). Namun, sejak 2013, hak guna usaha (HGU) pengelolaan lahan dari PTPN XII sudah berakhir. Sayangnya, emiten perkebunan itu seperti tak rela menyerahkan aset tanah tersebut kepada negara, apalagi masyarakat.

Tak heran, warga Kalibakar pun heran dan menduga PTPN XII mau menguasai tanah yang sejatinya bukan milik mereka, sekalipun korporasi tersebut termasuk badan usaha milik negara (BUMN).

Menilik sejarahnya, ada 5 desa yang masuk lingkup tanah tersebut yakni, Desa Simojayan di Kecamatan Ampelgading, Desa Bumirejo (Kecamatan Dampit), Desa Tirtoyudo, Desa Tlogosari, Desa Kepatihan (ketiganya di Kecamatan Tirtoyudo).

Dengan alasan tanah perkebunan penah dikelola nenek moyangnya dan prosedur penerbitan HGU tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, warga Kalibakar di tahun 1997-1998 membabat lahan seluas 1.936.730 hektar.

Pada 26 Maret 1998, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 49/HGU/DA/88 tanggal 18 Juni 1988, dikeluarkan HGU kepada PTPN XII, yang berakhir pada 31 Desember 2013, dengan luasan tanah 1.936,730 hektar.

“Dulunya, Perkebunan Kalibakar berstatus bekas Hak Erpacht dengan 27 Verponding,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum Paguyuban Masyarakat Kalibakar, Alam Setia Prawiranegara, di Jakarta, Rabu (26/6/2024).

Luas keseluruhan tanah 4.826,84 hektar tertulis atas nama NV. Mij te Exploitatie van het land Petung Ombo, NV. Mij te Exploitatie van het land Sumber Tlogo, dan NV,. Cultuur Mij Kalibakar, dan NV. Zuid Preanger Rubber Mij.

Alam Prawiranegara menerangkan, berdasarkan UU No. 86 Tahun 1958 jo. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1959, tanah perkebunan tersebut terkena nasionalisasi, sehingga sejak berakhir haknya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

“Sejak 1957, Pemerintah Indonesia mengambil alih penguasaan/pengelolaan tanah perkebunan dan dikelola oleh PTPN XII (kini PTPN I Regional 5),” urainya.

Timbul konflik

Masalah tanah antara PTPN XII dengan warga Kalibakar bermula dari hutan lindung seluas 22,25 hektar, dikenal dengan hutan TT. Awalnya, hutan tersebut berfungsi sebagai penyerap air untuk memelihara eksosistem, namun seiring waktu warga menanami dengan kopi dan pisang.

Masalah tersebut mengemuka sampai saat ini dan belum ada solusi yang bisa diberikan, terutama oleh pemerintah. Alhasil, warga Kalibakar tetap menuntut agar aset tanah di sana dikembalikan kepada negara untuk bisa digunakan oleh masyarakat.

“Warga tetap berpijak pada koridor hukum yang berlaku dan menginginkan agar aset tanah dikembalikan kepada negara. Dan, untuk selanjutnya bisa digunakan oleh masyarakat, utamanya untuk berkebun,” tutur Alam.

Pertemuan demi pertemuan dengan pemerintah setempat belum membuahkan hasil. “Warga gerah dengan tidak adanya solusi hingga kini. Karenanya, kami melaporkan masalah tersebut kepada Pemerintah Pusat dan berharap ada solusi yang bisa diberikan,” imbuh Alam.

Saat ini, rambah Alam, sekalipun de facto tanah di Kalibakar sudah dikuasai oleh warga, namun secara de jure masih dianggap milik PTPN XII padahal HGU sudah berakhir. “Pelepasan aset BUMN adalah kewenangan Pemerintah Pusat yang memerlukan persetujuan Menteri Keuangan,” paparnya.

Dirinya berharap, Pemerintah Pusat bisa memberikan solusi agar ada kepastian hukum dan pijakan jelas bagi warga Kalibakar terkait keberadaan tanah di sana. “Warga Kalibakar adalah bagian dari rakyat Indonesia yang memiliki hak untuk mengelola lahan milik negara di sana sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Alam Prawiranegara. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan