Konsep ‘Nikson’, Siap Hantar Nikson Nababan Pimpin Sumut

Dr. Drs. Nikson Nababan menyerahkan buku kepada para narasumber pada Peluncuran Buku karyanya di Gedung Tempo, Jakarta, hari ini

Jakarta, innews.co.id – Pola pembangunan top down yang selama ini diberlakukan dinilai kurang efektif karena pada kenyataannya kesejahteraan masyarakat di desa tidak juga membaik. Saatnya konsep bottom up diberlakukan agar terjadi perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik lagi.

Perbaikan konsep pembangunan mutlak dilakukan, sehingga desa sebagai basis perekonomian sebagian besar rakyat Indonesia bisa terdongkrak dan masyarakatnya lebih sejahtera.

Bedah buku karya Nikson Nababan yang dinilai sangat cocok diangkat menjadi isu nasional

Konsep bottom up ini ditawarkan oleh Dr. Drs. Nikson Nababan, M.Si., Bupati Tapanuli Utara, lewat bukunya bertajuk ‘Desa Kuat, Kota Maju, Negara Berdikari’, yang secara resmi diluncurkan di Pojok Rahman Tolleng, Gedung Tempo, Jakarta, Selasa (16/4/2024) malam.

Buku yang juga merupakan disertasi Nikson Nababan ini dikupas secara lugas oleh Prof. Dr. Khasan Effendy (Guru Besar IPDN), Dr. Sofyan Sjaf (Dekan Fakultas Ekologi Manusia IPB University), dan Sarman Simanjorang (Direktur Eksekutif Apkasi).

Nikson menerangkan pemikirannya cukup sederhana untuk bagaimana menghemat anggaran negara dengan memaksimalkan sistematisasi dan mekanisasi terhadap seluruh aspek pembangunan. “Ini dimungkinkan dengan Konsep ‘Nikson’ yakni Needs (kebutuhan), Innovation, Knowledge, Science, Operation, dan Norm (Norma),” terangnya.

Dr. Nikson Nababan menyerahkan buku kepada Prof. Dr. Khasan Effendy Guru Besar IPDN

Menurutnya, data yang akurat akan sangat membantu menentukan skala prioritas dalam pembangunan. “Selama 10 tahun memimpin Taput, saya melihat bahwa dalam membangun harus ada skala prioritas dan strategi jitu guna mendorong pembangunan berkelanjutan,” ujarnya.

Sementara itu, Prof Khasan Effendy menilai, konsep ‘Nikson’ sangat tepat diangkat secara nasional sehingga lebih banyak daerah lagi yang bisa menerapkannya. “Selama memakai konsep top down, sangat sulit mengangkat kemajuan suatu daerah. Karena yang punya wilayah adalah desa, bukan Pemerintah Pusat. Jadi, apa yang menjadi kebutuhan di suatu desa tidak bisa diatur oleh pusat. Ini harus berangkat dari desa itu sendiri,” jelasnya.

Hal senada dikatakan Dr. Sofyan Sjaf. Menurutnya, program-program yang berasal dari bawah (grass root) cenderung lebih berhasil karena sesuai dengan kebutuhan di daerah tersebut. “Konsep ‘Nikson’ menawarkan pemikiran yang berbeda dari yang selama ini terjadi. Usulan dari bawah lantas tersistemisasi di atas akan mendorong percepatan pembangunan,” tukasnya.

Di sisi lain, Sarman Simanjorang beranggapan, penggelontoran dana desa mencapai Rp 1 milyar/desa hanya memindahkan modus korupsi dari kota ke desa. Pasalnya, masyarakat di desa masih bingung mau dikemanakan dana tersebut.

“Dengan Konsep ‘Nikson’, maka apa yang menjadi kebutuhan di suatu desa bisa terdeteksi dan menjadi prioritas untuk dikerjakan,” serunya.

Ketiga narasumber sepakat selayaknya Konsep ‘Nikson’ diterapkan, tidak hanya di Taput, tapi pada skup yang lebih luas lagi. Karena itu, ketiganya mendukung niat Nikson Nababan maju sebagai Calon Gubernur Sumut periode 2024-2029. “Pencalonan tersebut bisa membuat penerapan konsep ini semakin matang dan masyarakat akan melihat keberhasilan pembangunan yang lebih eksisting, mengingat usulan dan program selalu berangkat dari bawah,” imbuh Prof Khasan. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan