Jakarta, innews.co.id – Tindakan Moeldoko yang disinyalir mendorong pelaksanaan KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumut, bahkan menerima tawaran sebagai Ketum KLB Demokrat abal-abal, menempatkan dirinya sebagai seorang figur yang tidak bermanfaat (useless) bagi bangsa dan Negara.
Penegasan ini disampaikan DR (Cand) Dita Aditia Ismawati, SE., MM., Kepala Badiklat DPP Insan Muda Demokrat Indonesia (IMDI) sayap Partai Demokrat dalam siaran persnya yang diterima innews, Selasa (16/3/2021). “Pengambilalihan PD yang dilakukan Moeldoko tentu banyak memberi kontribusi negatif. Saat ini posisi generasi muda Demokrat secara cermat mengikuti perkembangan PD, sehingga tingkat penerimaan (akseptabilitas) terhadap figur, ide, dan gagasan belum tentu diterima oleh generasi muda,” terang Dita.
Lebih dari itu, lanjutnya, penilaian generasi muda Demokrat kepada Moeldoko jadi negatif karena dianggap sebagai tidak mampu mewariskan legasi yang baik dalam mengembangkan visi misi dan program kerja partai didalam kontribusinya bagi negara, bangsa, dan rakyat Indonesia.
Dita menambahkan, PD sebagai partai kader, maka eksistensi figur utama dan pemikiran dan gagasannya akan berpengaruh besar didalam mengembangkan partai.
Tidak itu saja, ini tentu memiliki pengaruh negatif lantaran Moeldoko dalam kapasitasnya sebagai salah satu pucuk pimpinan Nasional di dalam relasinya dengan rakyat Indonesia.
“Ekspektasi dan harapan rakyat Indonesia tentu menginginkan pucuk pimpinan yang mencerminkan prinsip-prinsip dasar yang termaktub di dalam Pancasila yaitu, nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan, tidak terpancar dalam sanubari Jenderal (Purn) Moeldoko,” tambah Dita lagi.
Dita berkesimpulan, tindakan dan perbuatan Jend (Purn) Muldoko terhadap PD telah membuat dirinya sebagai seorang yang sia-sia alias tidak bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Padahal, Dita mengaku sekitar setahun lalu, bersama rekan-rekan di Milenial Cinta Budaya (MCB) pernah bertemu dengan Moeldoko. Saat itu, kisahnya, Moeldoko memberikan wejangan bahwa generasi muda adalah sebagai tongkat estafet bangsa. “Beliau juga bicara soal integritas, mentalitas, dan moralitas. Pada saat itu kami terperangah dan kagum karena isinya adalah untuk mempersiapkan diri kompetensi, dan kualitas, serta kemampuan,” aku Dita.
Namun, kini, melihat apa yang dilakukan Moeldoko, sambung Dita, membuat rasa simpatik itu jadi sirna. Bagi Dita, justru apa yang diucapkan Moeldoko bertolak belakang dengan tindakannya. (RN)
Be the first to comment