Jakarta, innews.co.id – Saat ini Papua tengah menghadapi bonus demografi, di mana jumlah generasi mudanya lebih banyak. Di satu sisi, hal tersebut bisa menjadi kekuatan, sekaligus kelemahan bila tidak dikelola dengan baik.
Penegasan itu disampaikan Dr. Theofransus Litaay, Ketua Bidang Pemantauan Program Prioritas Nasional Kawasan Timur Indonesia, Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP), dalam Seminar Nasional Pendidikan Untuk Kebangsaan dengan tema, “Peran Mahasiswa dan Pemuda Papua Serta Perguruan Tinggi Dalam Pembangunan SDM Papua”, yang diadakan oleh mahasiswa Papua dari berbagai universitas se-Malang Raya, di Gedung Widyaloka, Malang, Jawa Timur, Rabu (25/10/2023) lalu.
Theo yang juga Tenaga Ahli Utama KSP menyatakan, bonus demografi bisa menjadi kekuatan melalui pendidikan, tapi dapat juga jadi kelemahan dan beban negara.
“Jangan pernah merasa kalau sekolah itu harus menjadi orang kaya karena pemerintah mendukung pendidikan di Papua bagi semua lapisan masyarakat, termasuk warga miskin melalui berbagai skema beasiswa afirmasi,” kata Theo.
Lebih jauh Theo meminta mahasiswa dan pemuda Papua yang bisa sekolah dengan program beasiswa ADEM (Afirmasi Pendidikan Menengah) atau ADIK (Afirmasi Pendidikan Tinggi) untuk bersyukur karena kesempatan sekolah hanya dimiliki 30 persen dari masyarakat Indonesia, sedangkan dalam konteks Papua masih 15 persen. “Ini juga menjadi tanggung jawab sosial mahasiswa untuk mendukung pembangunan kesejahteraan di Papua,” seru Theo.
Dikatakannya, Papua merupakan wilayah yang menjadi prioritas Presiden. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah mengembangkan Papua. “Saat ini, Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani kerjasama dengan Papua Nugini. Kerjasama ini menjadikan Papua sebagai halaman depan atau beranda Indonesia. Jika halaman depan berarti harus bagus dan maju,” tukasnya.
Narasumber lain, Dionisius Way, Asisten 3 Propinsi Papua Selatan meminta agar mahasiswa yang pulang ke daerah jangan diam saja. “Apa yang bisa kita buat. Jangan jadi pemberontak, tapi beri masukan untuk pemerintah. Jangan ketika diberi kepercayaan digunakan untuk kepentingan pribadi,” tuturnya.
Dia menegaskan, mahasiswa yang pulang jangan hanya berharap jadi pegawai. Jadilah pengusaha!
Sementara itu, dalam sambutannya, Wakil Rektor III Dr. Setiawan Noerdajasakti, mengatakan dalam pembangunan SDM Papua diperlukan kerjasama dari 3 pihak, pemerintah, perguruan tinggi, dan mahasiswa itu sendiri.
Saat ini, mahasiswa asal Papua yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Brawijaya dan di Malang Raya sekitar 350 orang. Mereka berasal dari 6 provinsi di Papua yang tersebar di berbagai program studi. (RN)
Be the first to comment