Kuasa Hukum HSH Sebut Ada Dugaan Konspirasi Mafia Dibalik Sengketa Tanah di Menteng

Dr. Benny Wullur Kuasa Hukum HSH, memberi keterangan kepada awak media di Jakarta, Kamis (14/3/2024)

Jakarta, innews.co.id – Sengketa tanah seluas kurang lebih 4.333 meter persegi yang terletak di kawasan elit Menteng, Jakarta Pusat, tak kunjung selesai. Kabarnya, banyak kejanggalan dalam perjalanan kasus tanah tersebut. Saling klaim kepemilikan, membuat dua pihak yakni Hendrew Sastra Husnandar (HSH) dan PT Bangun Inti Artha terus bersitegang.

“Pihak pengadilan telah memutuskan bahwa Hendrew Sastra Husnandar (HSH) adalah pemilik sah objek tanah tersebut. Namun, putusan pengadilan yang sudah inkrah dibatalkan secara sepihak oleh Panitera PN Jakpus dengan alasan yang tidak masuk akal,” kata Dr. Benny Wullur, Kuasa Hukum HSH, kepada awak media di Jakarta, Kamis (14/3/2024).

Kejanggalan lain yang muncul, HSH sempat dijadikan tersangka oleh Mabes Polri, namun dibatalkan karena permohonan praperadilan dikabulkan oleh hakim di PN Jakarta Selatan. “Terjadi kriminalisasi terhadap HSH. Padahal dalam perkara ini HSH adalah korban. Ini bentuk penzholiman,” ungkap Benny.

Diterangkannya, pihaknya pada 30 Januari 2024 menerima surat dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 948/PAN/W10.U1/HT2.4/1/2024, perihal Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap terhadap Putusan Nomor : 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor : 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst., dengan alasan putusan a quo belum dilaksanakan secara patut. Benny menilai alasan tersebut tidak mendasar karena sudah sangat jelas dan nyata akun e-court Kuasa tingkat banding telah terdaftar dan tercatat dalam sistem e-court PN Jakpus.

Terkait pencabutan surat keterangan berkekuatan hukum tetap yang diteken oleh Panitera PN Jakpus, Benny menegaskan, pihaknya telah mengajukan keberatan dan pengaduan secara tertulis kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Cq. PN Jakpus, Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, Ketua Komisi Yudisial, dan Ketua Panitera Muda Perdata Mahkamah Agung Republik Indonesia.

“Kami dapat informasi bahwa saat ini pihak PT Bangun Inti Artha mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan menggunakan Hotman Paris Hutapea sebagai Kuasa Hukumnya. Kami berharap rekan Hotman Paris benar-benar mempelajari kasus tersebut secara jernih. Kami siap berargumen hukum untuk menyatakan bahwa HSH adalah pemilik yang sah,” tegas Benny.

Perjalanan kasus

Dia menerangkan, HSH membeli sebidang tanah dari Ikatan Wanita Kristen Indonesia (IWKI) dengan alas hak berupa Hak Guna Bangunan (HGB) bekas Eigendom Nomor: 19766 yang terletak di Jalan Menteng Raya No. 37, Jakarta Pusat.

Proses jual beli tersebut dituangkan dalam Akta Pengikatan Jual Beli No.02 tanggal 12 Juli 2007 dan Akta Kuasa Menjual No.03 tanggal 12 Juli 2007 yang dibuat oleh dan dihadapan Marijke Rooselien Sophaleuwakan, SH.

Sebelumnya, pada 12 September 2007 objek tanah tersebut telah dieksekusi oleh PN Jakpus dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan diserahkan kepada IWKI, sebagaimana Penetapan No:025/2003.Eks tanggal 7 September 2007, Berita Acara Eksekusi Pengosongan No:025/2003.Eks tanggal 12 September 2007, dan Berita Acara Penyerahan No:025/2003.Eks tanggal 12 September 2007. Dengan demikian pelaksanaan eksekusi tersebut memiliki kekuatan hukum yang mutlak dan mengikat.

Kepemilikan tanah oleh IWKI tersebut juga diperkuat dengan Putusan No:838 PK/Pdt/2001/MA.RI jo Putusan No:2165K/Pdt/1998 jo Putusan No:767/PDT/1996/PT.DKI jo Putusan No:279/PDT.G/1995/PN.JKT. PST, dan Fatwa MA-RI No:KMA/132/II/2003 tanggal 28 Februari 2003; Fatwa MA-RI No:KMA/224/IV/2004 tanggal 8 April 2004.

Dalam perjalanannya, tiba-tiba muncul PT Wijaya Wisesa Realty yang disertai oleh KRMH Japto Sulistyo Soerjosoemarno, mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut. Mereka memasuki dan menguasai objek tanah itu.

Perusahaan tersebut berdalih telah membeli tanah tersebut dari PT Nirwana Harapan Tunggal melalui proses yang dianggapnya sebagai proses lelang sebagaimana Risalah Lelang No:RL-023/PL.II.12/2007 tanggal 13 September 2007 dan Surat Keterangan No:S.Ket.122/WPL. 03/PL-II.12/2007 tanggal 14 September 2007.

Benny menilai, proses lelang itu sangat janggal oleh karena pemegang saham di PT Wijaya Wisesa Realty sebagai pemenang lelang sebagian besar sama dengan yang ada di PT Nirwana Harapan Tunggal. Kejanggalan lain, pada objek tanah yang katanya dilelang tersebut tidak pernah dipasang Hak Tanggungan, dan terjadinya lelang melalui lelang sukarela dan hanya dalam satu hari.

Konon kabarnya, PT Nirwana Harapan Tunggal membeli tanah tersebut dari PGI, di mana PGI mendasarkan bahwa telah terjadi perdamaian dengan IWKI. “Sebetulnya, Fatwa MA telah menyatakan bahwa surat perdamaian tersebut harus dikesampingkan, di mana yang lebih kuat adalah putusan hukum tetap,” urai Benny.

Dilanjutkan, PT Wijaya Wisesa Realty telah pula mengalihkan objek tanah tersebut kepada PT Bangun Inti Artha. “Anehnya lagi, pemegang saham di PT Bangun Inti Artha sebagian besar pemegang saham di PT Wijaya Wisesa dan PT Nirwana Harapan Tunggal. Jadi, sebagian orangnya di ketiga perusahaan tersebut ya itu-itu saja,” imbuhnya.

Menyikapi kondisi demikian, dengan itikad baik HSH melakukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) terhadap IWKI, PGI, PT Nirwana Harapan Tunggal, PT Wijaya Wisesa Realty, dan PT Bangun Inti Artha.

Gugatan a quo tersebut telah dikabulkan. Jual beli yang terjadi, baik dari awal sampai lelang telah dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor Perkara 754/Pdt.G/2021/PN Jkt.Pst Jo. No. 882/Pdt/2023/PT DKI dan telah pula dikeluarkan Surat Keterangan Telah Berkekuatan Hukum Tetap.

Atas dasar putusan inkrah tersebut, pihak HSH mengajukan permohonan eksekusi dalam tahap aanmaning. Kabarnya, saat ini aanmaning belum diberitahukan kepada Para Pihak (dipending) karena ada protes dari PT Bangun Inti Artha yang menyatakan bahwa pemberitahuan secara offline belum dilakukan.

“Yang melakukan protes mengaku sebagai pencara baru dari korporasi tersebut. Padahal pemberitahuan telah disampaikan secara online kepada seluruh pihak, termasuk pengacara PT Bangun Inti Artha yang lama, di mana sampai kini belum pernah ada pencabutan kuasa dan belum pernah ditunjukan adanya bukti asli adanya pencabutan kuasa terhadap kuasa hukum lama. Sehingga sudah seharusnya perkara ini tetap inkrah,” tukas Benny.

Disampaikan pula, PT Bangun Inti Artha juga telah mengajukan gugatan di Bandung berkaitan dengan adanya gugatan di Jakarta tersebut, dengan perkara nomor 322/Pdt.G/2022/PN Bdg. Namun, gugatannya ditolak yang diperkuat oleh putusan Pengadilan Tinggi Bandung bernomor 352/Pdt/2023/PT Bdg dan telah diputus pada 6 Juli 2023. Putusan tersebut juga telah inkrah.

Kriminalisasi

Lebih jauh Benny mengatakan, sekitar tahun 2020, HSH dilaporkan di Polda Metro Jaya oleh Budiman Direktur PT Wijaya Wisesa. Karena tidak cukup bukti, laporan dipetieskan. Pada 12 Mei 2023, lagi-lagi HSH dilaporkan ke Mabes Polri oleh PT Bangun Inti Artha. Padahal Direktur PT Wijaya Wisesa merupakan Komisaris di PT Bangun Inti Artha. Ketika itu, HSH bahkan ditersangkakan. Setelah gugatan praperadilan dikabulkan, HSH pun terbebas dari jerat hukum.

Benny menegaskan, protes dari kuasa hukum baru PT Bangun Inti Artha tidak berdasar. Karena setelah dicek, isi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 882/PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor: 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst. telah diberitahukan dengan patut kepada para pihak pada 11 Oktober 2023 melalui e-Court para pihak.

“Sampai tenggang waktu sesuai Undang-Undang yang berlaku, pihak lawan tidak mengajukan upaya hukum Kasasi, putusan dinyatakan inkrah,” serunya.

Hal tersebut telah diperkuat dengan keluarnya Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht) Nomor: W10.U1/8490/HT.02/XI/2023/03, tertanggal 13 November 2023, atas Putusan Perkara Nomor : 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor : 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst., yang diteken oleh Panitera PN Jakpus.

Setelah menerima Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap (inkracht) terhadap Putusan Nomor : 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor : 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst., maka selanjutnya HSH mengajukan permohonan eksekusi dan dalam tahap awal, yaitu permohonan aanmaning.

“Anehnya, Panitera yang meneken surat berkekuatan hukum tetap, itu juga yang menandatantangani sama Surat Pencabutan Surat Keterangan Berkekuatan Hukum Tetap terhadap Putusan Nomor: 882.PDT/2023/PT DKI Jo. Nomor: 754/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst. Seumur-umur saya jadi advokat, baru kali ini ada surat pencabutan terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Mungkin ini pertama dan satu-satunya yang terjadi di Indonesia,” aku Benny.

Menyikapi polemik yang tak berujung dan diduga kuat ada konspirasi mafia di perkara tersebut, Benny akan secara khusus menyurati Presiden RI, Menkopolhukam, dan pihak-pihak lainnya yang berkompeten. “Ini sepertinya sudah di luar nalar dan sangat janggal sekali. Semua putusan pengadilan tidak diindahkan, melainkan terus dilakukan upaya-upaya untuk mendegradasi kepemilikan HSH yang sah atas objek tanah di Menteng tersebut,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan