Kuasa Hukum Poniman Duga Koperasi Warna Artha Lakukan Pungli, Pengacara Membantah

Muhamad Kadafi, kuasa hukum Poniman

Jakarta, innews.co.id – Perjanjian modal kerja antara Poniman dengan Koperasi Warna Artha (KWA) berujung somasi, lantaran koperasi yang berkantor pusat di Tangerang Selatan tersebut dinilai telah melakukan praktik yang tidak semestinya.

Berawal Poniman melakukan peminjaman modal kerja ke KWA yang disepakati pada 26 Maret 2019 sebesar Rp300 juta, dengan agunan dua aset tanah miliknya. Dengan tenor pembayaran selama 5 tahun hingga 2024.

Dalam keterangannya Muhamad Kadafi dari Kadafi & Partners Kuasa Hukum Poniman mengatakan, dari total pinjaman Rp300 juta, kliennya hanya menerima Rp226,9 juta, lantaran dipotong administrasi 1,5% atau 4,5 juta dan biaya balik nama sertifikat tanah Rp50 juta yang kabarnya itu diminta oleh Kepala Cabang KWA Depok Unang Hilman lantaran agunan sertifikat yang dijaminkan belum atas nama Poniman. “Kalau pun dipotong Rp54,5 juta, harusnya klien kami menerima Rp245 juta, tapi kenapa hanya Rp226,9 juta? Untuk apa lagi itu? Kemana sisa uang Poniman yang sekian juta?” tanya Kadafi, dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (30/1/2023).

Kadafi mengatakan, sejak April 2019, kurang lebih hampir satu tahun Poniman sudah membayar sebesar Rp201,8 juta. Namun ketika Poniman ingin melunasi sisanya, ternyata masih sangat besar nilainya, mencapai Rp290 juta. Akhirnya, Poniman mengajukan restrukturisasi hutang menjadi 7 tahun, mulai Desember 2020 hingga 2027, dengan pokok yang sudah ditentukan oleh KWA sebesar Rp290 juta. Seiring waktu, pembayaran dilakukan beberapa kali. Namun ketika Poniman ingin melunasi lagi, KWA merilis rincian hutang yang harus dibayarkan sebesar Rp419,5 juta. Sontak Poniman kaget bukan kepalang.

Dalam penandatanganan perjanjian pinjaman modal kerja, Poniman disodori surat perjanjian di rumahnya. Dan salinan surat perjanjian tersebut tidak pernah diberikan oleh pihak KWA kepada Poniman. Sampai terjadi somasi yang dilayangkan ke KWA.

“Klien kami sangat keberatan dengan kondisi begitu. Mau sampai kapan hutangnya bisa lunas? Patut diduga, pengurangan jumlah pinjaman yang diberikan kepada Poniman bak pungutan liar (pungli) karena tidak jelas kemana uangnya,” kata Kadafi.

Dia juga mengemukakan, tidak ada kejelasan berapa besar pembayaran yang harus dilakukan oleh Poniman setiap bulannya. “Kami menemukan banyak kejanggalan dalam peminjaman modal kerja tersebut,” ungkap Kadafi. Di dalam perjanjian pinjaman modal kerja, tidak ada rincian berapa besar perbulan kewajiban harus dicicil oleh Poniman.

Anehnya lagi, lanjutnya, pengurusan balik nama sertifikat milik Poniman sampai sekarang tidak ada kejelasan. “Klien kami terus menanyakan perkembangan proses balik nama itu, tapi tidak ada kepastian, sudah selesai atau bagaimananya,” cetus Kadafi.

Setelah somasi kedua, Pengacara KWA datang ke kantor Kuasa Hukum Poniman. “Yang bernama Andi dan rekannya (kuasa hukum KWA) itu bukan mencari solusi, bahkan menantang untuk melakukan proses hukum serta menyuruh Poniman menggugat KWA. Bukan hanya gugatan yang akan dilakukan Poniman, tapi juga proses hukum pidana,” tegas Kadafi.

Ketika dikonfirmasi, Andi Ramadhani salah satu Kuasa Hukum KWA dari YAR Law Firm menegaskan, Poniman sudah melakukan wanprestasi.

“Sesuai Perjanjian Modal Kerja yang disepakati kedua belah pihak dan terakhir ditandatangani pada 21 Desember 2020, pada Pasal 8 ayat (c) dikatakan, bila KWA berhak menagih seluruh pinjaman atau sisa pinjaman beserta jasa serta kewajiban-kewajiban lainnya apabila Poniman lalai dalam membayar angsuran dengan jangka waktu 3 bulan berturut-turut. Sejak ditandatangani surat kesepakatan restrukturisasi, Poniman terakhir membayar pada Juli 2021 dan sampai sekarang tidak ada pembayaran lagi. Artinya, sudah lebih dari 3 bulan. Tapi kami tetap berupaya melakukan musyawarah. Tapi tiba-tiba datang surat somasi ini,” akunya di Jakarta, Rabu (1/2/2023).

Andi mengatakan, saat peminjaman sebelum restrukturisasi, Poniman hanya membayar selama kurang lebih setahun dengan alasan pandemi Covid-19. “Klien kami pun tidak permasalahkan. Bahkan setuju melakukan restrukturisasi,” ungkapnya.

Dia mengatakan, total tagihan selama 2019-2024 sebesar Rp510 juta sudah berikut bunga, jasa, dan lainnya. Setelah direstrukturisasi, tentu nilainya menjadi naik.

Pada periode awal pinjaman, besarnya pembayaran perbulan Rp8 juta, setelah direstrukturisasi menjadi Rp6,8 juta perbulannya, sudah termasuk jasa, bunga dan lainnya. Itu semua ada dalam lampiran perjanjian.

Soal balik nama sertifikat, Andi mengatakan, itu urusan langsung dengan notaris yang memang menjadi rekanan KWA. Silahkan tanyakan langsung kepada notaris. Sejauh yang kami tahu, SHGB sudah kadaluarsa sejak 2017, tapi sekarang sudah diperpanjang hingga 2027. Hanya saja untuk balik nama, maka pajak ya perlu dibayar dulu. Karena itu, yang tadinya berbiaya Rp50 juta, menjadi Rp54 juta lebih, terhitung biaya pajak yang harus dibayarkan,” paparnya.

Andi mengatakan, sesuai perjanjian, harusnya KWA sudah menyita dua aset Poniman yang diagunkan. “Tapi kami belum lakukan dan berharap Poniman bisa datang ke KWA dan bicara baik-baik. Karena restrukturisasi juga disesuaikan dengan kemampuan yang bersangkutan,” imbuhnya.

Dikatakan juga, Poniman sempat melontarkan keinginan untuk menyelesaikan hutangnya dengan membayar Rp300 juta. “Kami pikir ini juga niat baik yang harus dihargai. Meski pihak KWA belum mengiyakan, tapi itu bisa-bisa saja dilakukan. Dengan membayar Rp300 juta, maka hutangnya dinyatakan lunas. Itu lebih baik daripada harus sita aset yang nilainya bisa lebih dari segitu,” tukasnya.

Kasus ini belum berujung. Akankah berlanjut ke meja hijau? (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan