
Jakarta, innews.co.id – Perkara dugaan memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik yang dilakukan oleh Aky Jauwan dan dua anaknya Eva Jauwan dan Ernie Jauwan, sudah dinyatakan P-21 di kepolisian. Artinya, pembuktian sudah kuat, sehingga bisa masuk persidangan.
Saat ini, perkara yang teregister dengan nomor 246/Pid.B/2024/PN.Jakut, tengah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sebelumnya, gugatan dilayangkan oleh Katarina Bonggo Warsito terhadap Aky Jauwan dan dua putrinya. Seperti diketahui Eva Jauwan adalah seorang Bhiksuni (sebutan bagi rohaniawan perempuan di agama Buddha) alias Suhu Vira Vasu di Vihara Dharma Suci, Pantai Indah Kapuk (PIK). Baik Aky, Eva, dan Ernie Jauwan telah ditetapkan sebagai tersangka. Aky dan Eva dikenakan tahanan kota. Sementara Ernie, kabarnya tinggal di Australia dan hingga kini belum dikeluarkan status daftar pencarian orang (DPO).
“Pembuktian tindak pidana pada pemeriksaan perkara pidana tidak mutlak bergantung kepada adanya akta yang dibuat di notaris. Melainkan berdasarkan pembuktian materiil, yaitu keterangan dari saksi-saksi yang dihubungkan dengan alat bukti, baik surat atau dokumen lain,” kata Sugeng Teguh Santoso, Kuasa Hukum Katarina Bonggo Warsito, dalam keterangannya, usai pelaksanaan sidang yang agendanya mendengarkan keterangan saksi-saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (30/4/2024).
Dikatakannya, perkara 246/Pid.B/2024/PN.Jakut ini terkait pemalsuan surat yang isinya tidak benar. “Diduga terdakwa memasukkan keterangan yang tidak benar dengan mengatakan Alexander Muwito (Alm) tidak pernah menikah. Padahal, saksi-saksi yang dihadirkan jelas menyatakan bahwa terjadi pernikahan antara Alexander dengan Katarina,” terangnya.
Sugeng menegaskan, suatu perkara yang telah disidik oleh polisi dan Jaksa menyatakan P-21 dan dilimpahkan ke Kejaksaan, umumnya adalah perkara yang sudah kuat pembuktiannya. “Sudah memiliki dua alat bukti dan bukti-bukti adanya tindak pidana sudah kuat,” tegasnya.
“Tapi dari keterangan saksi-saksi kan sudah terang benderang bahwa Alexander dan Katarina menikah di sebuah Vihara di bilangan Jakarta Utara. Pun saksi-saksi hadir pada pernikahan mereka. Jadi, Alexander dan Katarina terikat pada hubungan pernikahan, selama sekitar dua tahunan, sebelum akhirnya mereka memutuskan bercerai. Lantas kenapa dikatakan di akta pernyataan itu bahwa Alexander tidak pernah menikah? Ini kan tidak benar,” tukas Sugeng.
Berkaca dari keterangan saksi-saksi, Sugeng menilai, putusan ini harusnya menjatuhkan vonis bersalah kepada kedua terdakwa. “Sudah jelas, keterangan saksi dan dari dokumen yang ada (surat nikah yang sah dan lainnya), terjadi pernikahan. Kenapa di akta pernyataan tidak tertulis begitu? Berarti ada sesuatu,” sebutnya.
Notaris wafat
Dua saksi yang dihadirkan pada sidang terbuka yang dipimpin oleh Syofia Marlianti (Hakim Ketua), didampingi Hotnar Simarmata dan Dian Erdianto (Hakim Anggota), merupakan dua pegawai di Kantor Notaris Johny Dwikora Aron, SH. Kabarnya, notaris tersebut kini telah wafat.
Kedua saksi, Budi Harianto maupun Mukmin mengaku tidak mengenal Katarina Bonggo Warsito. Budi menyatakan, saat penandatanganan akta hanya ada 5 orang yakni, Aky, Eva, Ernie, bersama dua saksi Tan Gek Lui dan Metta Dewi.
“Sebagai pihak yang membuat akta, saya tidak menganalisa data-data yang diberikan dan hanya mengandalkan data-data yang diberikan saja (dokumen asli),” kata Mukmin.
Dijelaskan, kalau Alexander sudah menikah dan telah bercerai, maka harus melampirkan buku nikah dan akta perceraiannya. “Ketika membuat Akta Pernyataan Nomor: 1 dan 26 tanggal 7 Agustus 2017 itu, saya hanya diberikan KTP Alexander saja. Tidak ada surat-surat lainnya,” tutur Mukmin.
Sementara Budi yang mendampingi Johny Dwikora saat penandatanganan akta di Apartemen Marina Ancol mengaku menyimpan minuta pasca diteken. Namun, pasca Notaris Johny wafat, dirinya tidak tahu siapa yang menjadi notaris penggantinya.
Pada sidang sebelumnya, dua saksi yakni, Tan Gek Lui dan anaknya Metta Dewi, menyatakan bahwa Alexander dan Katarina telah menikah di Vihara Dharma Suci, Jakarta Utara, 19 Januari 2008. Sekitar dua tahun setelahnya, keduanya bercerai.
Dari pengamatan saat persidangan terlihat ada kejanggalan dibanding sidang sebelumnya. Pada sidang sebelumnya, majelis hakim membolehkan dua saksi duduk berdampingan. Sementara di sidang Selasa (30/4/2024), dua saksi diperiksa secara terpisah. Nampak juga Hakim Ketua mencecar saksi Budi dengan mengulang-ulang pertanyaan, terutama terkait ada tidaknya Katarina di ruangan saat penandatanganan akta tersebut. Padahal, dalam BAP di kepolisian, Katarina mengatakan bahwa dirinya disuruh keluar dari ruangan oleh Aky saat penandatanganan akan berlangsung. (RN)
Be the first to comment