Jakarta, innews.co.id – Konflik di Papua yang terus mengakibatkan jatuhnya korban jiwa bak spiral kekerasan yang terus berlanjut. Bila dibiarkan, maka yang terjadi persoalan akan kian kompleks, masyarakat sipil banyak jadi korban. Pendekatan halus (soft approach), seperti yang dijalankan terhadap GAM di Aceh seharusnya dapat menjadi pembelajaran.
Hal ini dikatakan Setara Institute dalam siaran pers yang diterima innews, Selasa (27/4/2021). “Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Daerah Papua Brigjen TNI Putu IGP Dani NK menjadi korban penembakan dalam baku tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), sangat disayangkan. Namun, bukan berarti lantas negara mengerahkan kekuatan penuh untuk memerangi KKB, seperti dikatakan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, beberapa waktu lalu,” kata Setara dalam rilisnya.
Dikatakannya, dengan meletakkan urusan HAM dibelakang, justru dapat memicu berkembangnya spiral kekerasan dan kompleksitas persoalan konflik di Papua. “Dalam konstruksi HAM yang juga diatur dalam UUD 1945 pasal 28i, terdapat hak-hak yang terkategori non-derogable rights yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun dan oleh siapapun,” ungkap Setara.
Dijelaskan, berkembangnya spiral kekerasan hanya akan mengakibatkan semakin banyaknya korban berjatuhan, terutama dari masyarakat sipil. Bahkan pada Kamis (8/4), 2 orang guru SD juga menjadi korban penembakan karena dianggap sebagai pendatang yang bertugas sebagai mata-mata. “Pelbagai kasus penembakan yang memakan korban jiwa, terutama dari masyarakat sipil, semakin memperlihatkan pendekatan keamanan tidak menjadi jawaban atas persoalan konflik di tanah Papua,” sambung Setara.
Karenanya, Setara menilai pendekatan halus penting dalam bentuk negosiasi penting dipertimbangkan. Terbukti, cara ini ampuh menuntaskan masalah GAM di Aceh. Kala itu, kelompok eks kombatan GAM yang dipimpin Din Minimi menyerahkan diri pada 2015, yang kemudian diikuti oleh 120 orang anak buahnya dan menyerahkan persenjataan yang mereka pegang.
Guna menyelesaikan konflik di Papua, Setara mendesak kedua belah pihak untuk melakukan kesepakatan penghentian permusuhan (cessation of hostilities) agar dialog mencari jalan damai dapat dilakukan. Kemudian mengedepankan penegakan hukum. “Upaya perlu dilakukan untuk mengeliminasi kekuatan bersenjata sebagai sarana solutif, penyelesaian, atau pun pemecah masalah keamanan,” pungkasnya. (BY)
Be the first to comment