Laporan Margaretha di SP3, Djonggi Simorangkir Minta Polisi Segera Tetapkan DPO

Dr. Djonggi Simorangkir meminta polisi menetapkan Margaretha masuk DPO (daftar pencairan orang)

Jakarta, innews.co.id – Keluarnya surat penghentikan penyidikan perkara (SP3) atas laporan Margaretha Elfrida Sihombing, putri mantan Sekjen HKBP Pdt. Mori Sihombing, oleh Polda Metro Jaya, dengan alasan tidak cukup bukti, menguakkan adanya dugaan kebohongan dibalik laporan tersebut.

“Sudah pasti tidak benar. Karena istri saya yang dianiaya oleh dia. Tapi laporan dia malah sebaliknya,” ungkap Dr. Djonggi Simorangkir, kepada awak media, Jumat (15/7/2022) malam.

Di Polda, Margaretha melaporkan adanya dugaan pengeroyokan terhadap dirinya yang dilakukan mertuanya, satu orang staf kantor Hukum Rina Toti Simatupang dan satu orang asisten rumah tangga. Peristiwa diduga terjadi di Apartemen 1 Cik Ditiro, Menteng, Jakarta, 22 Oktober 2020, silam.

Penghentian penyidikan tersebut dituangkan dalam surat yang dirilis Kapolda Metro Jaya Nomor: B/6301/IV/RES.1.24./2022/Ditreskrimum perihal Pemberitahuan Penghentian Penyidikan Atas Nama Pelapor Margaretha Elfrieda Sihombing. Surat bertanggal 22 April 2022 tersebut ditandatangani oleh Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Pol Tubagus Ade Hidayat SIK., MSos.

Menurut Djonggi, rujukan penghentian penyidikan, sebagaimana tertera pada poin pertama, adalah Pasal 109 ayat (2) KUHAP, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan Nomor: B/10765/VI/2022/Ditreskrimum tanggal 17 Juni 2021 dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S-Tap/435/IV/2022/Ditreskrimum tanggal 22 April 2022.

Alasan penghentian kasus ini, lanjutnya, dikatakan tidak cukup bukti. “Poin kedua dalam surat tersebut dengan tegas menyatakan, Dengan ini diberitahukan bahwa terhitung mulai tanggal 22 April 2022, penyidikan tindak pidana pengeroyokan sebagaimana dalam pasal 170 KUHP yang terjadi pada tanggal 22 Oktober 2020 sekitar pukul 21.20 WIB di Apartemen 1, Cik Ditiro Unit 1B Menteng, Jakarta Pusat, atas nama pelapor Margaretha Elfrieda Sihombing dihentikan karena tidak cukup bukti,” terang Djonggi yang juga dikenal sebagai advokat senior ini.

Laporan Margaretha ini merupakan buntut dari laporan sebelumnya yang dilakukan oleh pihak Djonggi dan Ida Rumindang. Keduanya terlebih dahulu melaporkan Margaretha ke Polsek Menteng dan Polres Jakarta Pusat dengan dugaan telah melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap Ida Rumindang. Namun, pihak penyidik yang sudah menetapkan Margaretha sebagai tersangka dalam kasus ini kemudian kesulitan mencari keberadaan Margaretha. “Sudah lebih 5 kali tersangka dipanggil Kepolisian tidak datang sekarang, hilang tanpa jejak” kata Djonggi lagi.

Tak hanya ke kediaman orangtuanya di Bekasi, Margaretha juga dikabarkan tinggal di Apartemen St. Moritz di Kembangan, Jakarta Barat. Namun, ketika polisi datang, tidak bisa bertemu.

Pasca keluarnya SP3 tersebut, Djonggi meminta agar polisi segera menetapkan dirinya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Pasalnya, sudah berulang kali dipanggil tidak datang. Sesuai Pasal 31 Peraturan Kepala Kepolisian No.14 Tahun 2012, beber Djonggi, tersangka yang telah dipanggil 3 kali untuk pemeriksaan dan tidak diketahui keberadaannya wajar diterbitkan DPO oleh Polres Jakarta Pusat dan siapapun yang menghalang-halangi tugas kepolisian harus dipidanakan tanpa terkecuali.

Geram dan miris

Djonggi mengaku setiap kali mengingat perilaku Margaretha, darahnya langsung mendidih. “Perilakunya sama sekali tidak mencerminkan anak seorang pendeta, mantan Sekjen HKBP lagi,” tandas Djonggi, saat ditemui di apartemennya yang nyaman di kawasan elit Menteng, Jakarta Pusat. Bukan hanya lantaran memukul mertuanya, tapi sampai sekarang pun entah dimana rimbanya. Kabarnya, sudah pula meninggalkan suaminya sudah lebih dari 2 tahun. “Istri macam apa yang meninggalkan suaminya sampai dua tahun gak tahu rimbanya. Bahkan, dari beberapa media sosial disebutkan, Margaretha kerap bersama laki-laki lain. Entah lagi di suatu tempat, di pesawat, dan lainnya,” bongkar Djonggi.

Dirinya mempertanyakan, apakah benar seorang menantu yang sudah kami sekolahkan dan diberi berbagai fasilitas, termasuk tabungan ratusan juta dan perhiasan, malah memukul mertuanya? Ini sudah keterlaluan.

Dituturkan, kasus kekerasan yang dialami istrinya, Dr Rumindang Rajagukguk, saat ini tengah diproses di Polres Jakarta Pusat. Margaretha tak hanya memaki-maki dan mengancam, bahkan sampai mendorong dan memukul sang mertua Dr Ida Rumindang, yang membuat Ida luka memar, berdasarkan hasil visum.

“Polisi juga sekarang terus mencari keberadaannya. Sudah didatangi ke rumah orangtuanya di Bekasi, tapi mereka mengaku tidak tahu dimana putrinya berada,” tukas Djonggi.

Djonggi tak bisa memungkiri kepiluan hatinya bila mengingat dua cucunya, Haifa Felicia Kana boru Simorangkir (Cucu Panggoaran) dan Caroline Valentina boru Simorangkir, yang hingga kini tidak diizinkan bertemu dengannya. “Sebagai ompungnya (kakek), tentu saya sangat sedih. Cucu saya ulang tahun, tidak bisa saya rayakan. Juga saya tidak tahu dimana cucu-cucu itu berada,” ucapnya dengan nada terbata-bata.

Lanjut ia berujar, cucu panggoaran saya Haifa, tahun ini genap berusia 5 tahun. Itu artinya, dia sudah ikut PAUD. Tak tahu dimana keberadaannya sekarang. Sama siapa mereka? Kasihan saya dengan kedua cucu ini takut salah didik dari keluarga yang tidak jelas bibit, bebet, bobotnya.

Dia pun sangat menyayangkan sikap orangtua Margaretha yang tidak kooperatif dan terkesan menyembunyikan keberadaan putrinya. “Sudah sangat tidak layak dia menyandang gelar pendeta. Pendeta kok lebih jahat dari Lucifer. Bukan mendidik anaknya dengan benar, malah ikut menyembunyikan. Ini bisa dipidana,” tegasnya.

Djonggi mengatakan, saat ini pihaknya mempertimbangkan laporan dugaan fitnah yang dilakukan Margaretha pasca keluarnya SP3 tersebut. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan