Jakarta, innews.co.id – Meski Kejaksaan Agung kini tengah gencar mengusut kasus dugaan korupsi Base Transceiver Station Generasi-4 (BTS-4G), namun pembangunan dan pemerataan digitalisasi harus terus dilakukan.
Hal ini dikatakan Ketua Umum Mastel Sarwoto Atmosutarno, dalam rilisnya, di Jakarta, Selasa (14/2/2023) kemarin. “Pemeriksaan yang dilakukan (terhadap oknum) jangan sampai menghambat program pembangunan infrastruktur digital,” ujar Sarwoto.
Belakangan ini Kejagung cukup intensif melakukan pemeriksaan kasus BTS 4G. Pemeriksaan dilakukan terhadap berbagai pihak yang dianggap mengetahui terkait dengan kasus tersebut. Seperti pada Selasa (14/2), Kejagung memeriksa Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate sebagai saksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap para vendor yang terlibat dalam pengerjaan proyek BTS 4G dalam beberapa pekan terakhir. Di kalangan pelaku industri telekomunikasi mengemuka bahwa pemeriksaan secara intensif oleh Kejagung telah menimbulkan kegelisahan dan ketakutan para kontraktor dan subkontraktor. Ini dikhawatirkan membuat mereka enggan melanjutkan pembangunan proyek tersebut.
Sarwoto berharap agar para vendor pembangunan proyek BTS 4G tidak perlu khawatir dengan proses pemeriksaan yang tengah berjalan, termasuk menghadapi ganjalan-ganjalan lainnya yang kerap terjadi dalam proses pengerjaan proyek di lapangan.
Program BTS 4G merupakan program kerja prioritas dari Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mewujudkan pemerataan sinyal 4G di seluruh wilayah pedesaan di Indonesia. Untuk wilayah yang tidak menarik secara komersial, penyediaan infrastruktur dilakukan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo.
Pada 2021, menurut Kejagung, BAKTI Kominfo berkomitmen untuk membangun 7.904 BTS 4G di wilayah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T). Pembangunan dilakukan dalam dua fase, yakni 4.200 lokasi pada 2021 dan dilanjutkan pada 3.704 lokasi pada 2022.
Selama ini, proses pembangunan infrastruktur digital BTS 4G, selain sedang diperiksa oleh Kejagung, juga menghadapi berbagai tantangan, terutama di wilayah 3T. Seperti di Papua, selain menghadapi persoalan geografi yang sulit dan infrastruktur yang terbatas, mereka juga menghadapi ancaman keamanan, seperti penembakan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua.
Lebih jauh Sarwoto mengatakan, pembangunan infrastruktur digital merupakan proyek prioritas yang harus terus dilanjutkan karena keberadaan internet memberi manfaat yang besar bagi masyarakat. Apalagi di wilayah 3T, pembangunan dan perluasan infrastruktur perlu terus dilakukan karena jaringan internet di wilayah ini masih terbatas. Sedangkan pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan pemerataan sambungan internet dirasakan di seluruh wilayah Indonesia.
“Dari 273 jutaan orang Indonesia baru sekitar 200 jutaan yang melek internet,” ujar Sarwoto. Selain aspek pembangunan dan perluasan infrastruktur digital, lanjutnya, aspek sumber daya manusia (SDM) di daerah 3T juga perlu disiapkan. Dengan demikian, mereka bisa mendapatkan manfaat dari kehadiran internet di wilayahnya, baik dari sisi ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dan manfaat digital lainnya.
Untuk wilayah non-3T, kata Sarwoto, infrastruktur internet sudah tersedia cukup baik, terutama di Jakarta. Namun, untuk wilayah non-3T lainnya masih perlu ada peningkatan secara bertahap. “Jangan hanya lihat Jakarta dibandingkan dengan Singapura misalkan, pasti sudah hampir setara. Namun, di Indonesia ada kantong-kantong dimana industrialisasi berkembang cepat sekali, seperti di ibu kota provinsi, pelabuhan dan lainnya. Itu sangat memerlukan infrastruktur digital yang canggih,” tukasnya.
Oleh karena itu, diingatkan agar berbagai tantangan dari pemerataan digitaliasasi jangan sampai menghambat pembangunan infrasktruktur digital. “Jangan lupa memperhatikan potensi daerah yang ada. Jangan cuma urut 3G, 4G, sampai 5G. Jika daerah memang berpotensi misalkan ada pertambangan atau potensi lain, langsung saja bangun infrastruktur 5G,” seru Sarwoto.
(RN)
Be the first to comment