Jakarta, innews.co.id – Putusan bebas majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Khusus Bandung kepada Ir. Hendra Jaya dalam perkara memberi keterangan palsu, menuai kontroversi.
Sejatinya, keterangan palsu yang diberikan Hendra terkait laporan kehilangan 9 bilyet giro (BG) senilai Rp 1,4 miliar miliknya di sekitar wilayah Polsek Cibeunying Kaler, Bandung Tengah, membuat majelis hakim menjatuhkan vonis yang berat. Padahal, BG tersebut telah diserahkan Hendra kepada Agus Yusman, di G.H. Universal Hotel Bandung Jl. Dr. Setiabudi, arah ke Lembang, Jawa Barat, Bandung Utara, 13 Januari 2018, untuk membayar hutangnya dari total kewajiban yang harus ia bayar senilai Rp 100 miliar.
“Bagaimana mungkin BG milik Hendra bisa hilang di sekitar Polsek Cibeunying Kaler, Bandung Tengah, sementara BG tersebut sudah ia serahkan ke Agus Yusman. Apa hakim tidak melihat bukti-bukti itu sehingga Hendra diputus bebas,” kata Kuasa Hukum Agus Yusman, Dr. Djonggi Simorangkir, SH., MH., dalam keterangannya kepada innews, Jumat (14/1/2022).
Sebelumnya, perkara yang sudah mangkrak selama dua tahun di Polrestabes Bandung itu, kembali bergulir setelah ditangani Djonggi Simorangkir. “Saya coba melengkapi semua bukti-bukti. Polisi lalu menetapkan Hendra sebagai tersangka. Hanya saja, karena situasi pandemi ia tidak ditahan, tapi ditetapkan sebagai tahanan kota,” jelasnya.
Lalu, berkas perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bandung dan masuk pengadilan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya sudah menyatakan Hendra jelas-jelas bersalah. Ia didakwa melanggar Pasal 263 ayat 1, Pasal 264 ayat 2, Pasal 266 ayat 1 dan Pasal 266 ayat 3 KUHP, dengan hukuman penjara 2,6 tahun dan segera ditahan.
Alih-alih dalam memutus perkara, tiga hakim di PN Bandung yang menangani perkara tersebut yakni, Taryan Setiawan, Sontan Merauke Sinaga, dan A Gede Susila Putra, malah memutuskan terdakwa bebas. Ada apa?
Padahal, dari penelusuran innews di laman Mahkamah Agung, pada perkara Nomor 680/Pid.B/2021/PN Bdg, jelas-jelas disebutkan bahwa terdakwa terbukti bersalah. Kok bisa dan atas pertimbangan apa serta apa yang melatarbelakangi hakim memutuskan Henda bebas? Pasti ada sesuatu dibalik putusan ini yang patut ditelusuri.
Merasa ganjil dengan putusan hakim, Ir. Elia Yoesman putri Agus pun menyurati Badan Pengawas MA, dan meminta agar para hakim diperiksa karena mengeluarkan putusan yang tidak wajar dan menciderai penegakkan hukum di Indonesia. “Orang sudah jelas-jelas terbukti bersalah, malah diputus bebas,” tambah Djonggi yang juga dikenal sebagai pakar hukum pidana ini.
Tak hanya ke Badan Pengawas MA, surat tersebut juga dikirimkan ke Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Komisi Yudisial, Kementerian Hukum dan HAM, ICW, KPK, Komisi Ombudsman, dan para stakeholders lainnya.
Jalan berliku
Sejatinya, Agus Yusman dan Hendra Jaya adalah kawan lama. Kepada Agus, Hendra mengaku sebagai Komisaris Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Citraloka Dana Mandiri. Hendra kerap merayu Agus untuk menabung di BPR-nya, dengan iming-iming bunga 12% per tahun.
Awalnya, Agus belum bersedia. Namun, sebagai kawan, dirinya berpikir, bila ia menaruh uangnya di BPR itu, selain menabung, tentu bisa membantu Hendra. Alhasil, ia memutuskan membuka deposito di BPR Citraloka Dana Mandiri. Bahkan, ia juga menggerakkan anggota keluarga lainnya untuk ikutan membuka deposito. Total deposito yang disimpan di BPR tersebut mencapai Rp 30 miliar. Konon kabarnya, setelah itu Hendra Jaya kerap plesir ke luar negeri, seperti Singapura, hingga mencapai 15 tahun.
Sayangnya, saat beberapa deposito jatuh tempo, tidak bisa dicairkan. Mulai muncul kecurigaan, ada apa dengan dananya yang disimpan? Hendra pun nampaknya mulai mengeluarkan jurus-jurus ‘silat’ ala Wiro Sableng. Dia meminta Agus dan keluarga untuk bersabar, bahkan memperpanjang waktu depositonya.
Kecurigaan kian menggurita, Agus pun memutuskan meminta semua dananya dicairkan saja. Lagi-lagi, jurus janji-janji manis dilontarkan Hendra. “Pasti saya kembalikan seluruh uang simpanan plus bunganya,” kata Hendra kala itu.
Merasa terpojok, Hendra pun membuat surat pernyataan bahwa akan mengembalikan dana tersebut dengan cara dicicil sebesar Rp 100 juta setiap bulannya. Sampai akhirnya, pada 13 Januari 2018 bersama Baen, teman lamanya juga, Hendra mendatangi Agus di G.H. Universal Hotel Bandung Jl. Dr. Setiabudi, arah ke Lembang, Jawa Barat, untuk menyerahkan 9 buah bilyet giro (BG) atas nama CV Fortuna Agro Mandiri, senilai total Rp 1,4 milyar.
Ketika hendak dicairkan, ternyata BG tersebut diblokir. Sontak Agus kaget bukan kepalang. “Ada apa lagi ini, kok gak bisa dicairkan?” gumamnya dalam hati.
Selidik punya selidik, ternyata Hendra berlaku licik. Ia merekayasa dengan membuat laporan polisi seolah BG-nya hilang di sekitar wilayah Polsek Cibeunying Kaler, Bandung Tengah. Setelah mendapat surat keterangan hilang, Hendra membuat laporan ke BCA sehingga BG-nya diblokir. “BG itu diberikan Hendra kepada Agus. Jelas Hendra sudah membuat keterangan palsu. Lalu dimana alasan tdk terbukti melakukan kejahatan dalam kasus ini?,” tegas Djonggi.
Dari keterangan Polda Jabar dikatakan, saksi dari pihak Hendra Jaya sudah mengakui uang Agus sebesar Rp 30 miliar sudah masuk ke rekening BPR milik Hendra. Bila dihitung berikut bunganya sebesar 12 persen per tahun selama 15 tahun, mencapai lebih dari Rp 100 miliar. “Uang deposit sebesar Rp 30 miliar, ditambah bunganya selama kurang lebih 15 tahun, sekitar Rp 100 miliar harus segera dikembalikan kepada Agus Yusman dan keluarga,” tutur Djonggi.
Langkah hukum lainnya, Djonggi juga mengajukan kasasi serta pengaduan ke MA dengan Nomor 01.30/P/XII/2021 tentang permohonan perlindungan hukum, serta keadilan sebagai korban atas putusan bebas terhadap terdakwa Hendra Jaya.
Di sisi lain, Ir. Elia Yoesman yang juga pemilik deposito di BPR Citraloka Dana Mandiri telah melaporkan Hendra Jaya dengan dugaan tindak pidana perbankan, pencucian uang, dan penggelapan ke Direskrimsus Polda Jabar.
“Benar, kami sudah laporkan Hendra Jaya ke Polda Jabar,” aku Djonggi Simorangkir seraya mengatakan, Hendra Jaya diduga telah melanggar UU No.10/1998 tentang Perbankan, UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
(RN)
Be the first to comment