
Jakarta, innews.co.id – Beberapa warga menolak kehadiran menara telekomunikasi di pemukiman padat penduduk yang dibangun oleh Mitratel (PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., di RT 009/002, Kp. Pagaulan, Kelurahan/Desa Sukaresmi, Kecamatan Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Menara telekomunikasi tersebut dinilai telah merugikan usaha kos-kosan milik Sianglan Sianipar dan Erwin yang letaknya hampir berhimpitan dengan tower tersebut. Tak pelak lagi, keduanya menggugat Mitratel dan Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Bekasi ke PTUN Bandung.
Saat ini sidang gugatan tengah berjalan. Dari salinan gugatan diketahui bahwa objek sengketa adalah SK-PBG-321619-10052023-001 tanggal 10 Mei 2023 tentang Persetujuan Bangunan Gedung atas nama PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk.

Kuasa Hukum Sianglan Sianipar dan Erwin, Roy Mardongan Maruli, SH., MH., dari Kantor Hukum Roy Napitupulu, SH., MH & Partners menjelaskan, sebelum tower dibangun, sejumlah warga sekitar telah menyatakan keberatan karena dinilai membahayakan, utamanya kepada penghuni kos. Ketika itu, Mitratel sepakat tidak melanjutkan pembangunan. Penolakan juga dilakukan, bahkan oleh warga yang ikut tanda tangan karena tidak ada sosialisasi terkait pembangunan tower tersebut. Sikap menolak secara konsisten disampaikan secara lisan. Seperti juga dilakukan saat pembangunan dimulai, sekitar Juni 2023.
“Klien kami merasa tidak pernah dimintai persetujuan pembangunan menara tersebut. Ternyata, pihak Mitratel tetap melanjutkan pembangunan,” kata Roy, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Keberatan warga juga disampaikan secara tertulis yang ditembuskan ke Bupati Bekasi dengan nomor I/RN.P/IX/2023 pada 14 September 2023. Sayangnya, keberatan warga ini seolah tak digubris oleh Mitratel yang tetap saja melanjutkan pembangunan. Padahal, Pasal 77 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2014 menyebutkan, keberatan harus diselesaikan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. Bila tidak, maka keberatan dianggap dikabulkan (ayat 5).
Merasa tak diindahkan, kedua pemilik kos-kosan ini melayangkan surat banding ke Bupati Bekasi dengan nomor II/RN.P/IX/2023 pada 29 September 2023. Tak juga ditanggapi, akhirnya didaftarkan gugatan ke PTUN Bandung dengan nomor perkara 123/G/2023/PTUN-BDG.
Sebelum melayangkan gugatan, lanjutnya, kedua warga ini sudah menyampaikan keberatan kepada pihak kontraktor yang membangun. Tapi tidak digubris dan pembangunan tetap diteruskan dengan sangat cepat.
“Tindakan Kepala PTSP Kabupaten Bekasi yang menerbitkan izin tanpa memperhatikan keberatan warga bertentangan dengan regulasi yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB),” tegas Roy.
Tak hanya itu, sambung Roy, meloloskan Mitratel tanpa izin warga terdekat dengan tower dinilai telah menabrak Perbup Bekasi No. 21 Tahun 2010 Pasal 13 poin 2 huruf g.
Selain itu, PTSP dinilai tidak cermat dalam mengecek persyaratan yang diajukan Mitratel.
“Kami meminta majelis hukum membatalkan SK Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Bekasi,” tukas Roy.
Dia menegaskan, Majelis Hakim juga diharapkan memerintahkan pihak PTSP untuk membongkar/memindahkan bangunan menara komunikasi dari pemukiman padat tersebut.
Sementara itu, pihak Mitratel, dalam salinan Jawaban Tergugat II Intervensi yang ditandatangani Kuasa Hukumnya mengaku telah memenuhi semua persyaratan yang ada.
Mitratel menilai gugatan salah alamat (error in persona), di mana yang harus digugat adalah Bupati Kabupaten Bekasi, bukan Kepala Dinas PMPTSP. Juga gugatan disebutkan kabur atau tidak jelas dan kurang pihak.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari Mitratel terkait perkara tersebut. (RN)
Be the first to comment