Jakarta, innews.co.id – Penegakkan hukum di Indonesia masih carut-marut. Keadilan masih jauh dari harapan.
“Di era reformasi ini, hukum dan keadilan justru carut marut. Hukum dan keadilan berkaitan erat. Sebab keadilan diciptakan karena adanya hukum. Kita cuma berharap ada penegak hukum yang masih punya hati nurani dalam memutus suatu perkara dalam kekuasaannya, baik di tingkat penyidikan, penuntutan dan pemutus di tingkat pengadilan,” kata Agus Widjajanto Kuasa Hukum Ni Luh Widiani, dalam rilisnya yang diterima innews, Selasa (25/1/2022).
Hal ini berkaca pada kasus yang dialami Ni Luh Widiani. Oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Ni Luh dinyatakan bersalah dalam perkara pidana nomor 350/Pid.B/2021/PN/Dps. Padahal, cukup jelas, baik dalam proses penyidikan maupun persidangan, fakta dan bukti-bukti yang disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) tidak memenuhi syarat. Namun diabaikan dan tidak menjadi pertimbangan majelis hakim.
Kasus ini diduga berlatar perebutan harta waris peninggalan suami Ni Luh Widiani, almarhum Eddy Susila Suryadi, yang dilakukan oleh saudara kandung atau adik dari almarhum.
Ni Luh dipidana oleh Gunawan adik almarhum suaminya dalam dugaan perkara pemalsuan kartu tanda penduduk (KTP) almarhum Eddy Susila Suryadi yang dikatakan tidak terdaftar. Padahal, KTP yang sama yang digunakan saat menikah pada 2014 silam.
Ketika diperiksa oleh polisi, kata Agus, tudingan Gunawan tidak terbukti. “Polisi sudah menyidik KTP dan sidik jari almarhum Eddy Susila Suryadi dalam surat kawin. Hasilnya, identik. Sehingga kasus ini di SP-3 oleh Polda Bali.
Anehnya, kasus tersebut diambilalih dan dilanjutkan oleh Bareskrim Mabes Polri hingga berkas dinyatakan P-21 dan dilimpahkan ke pengadilan.
Sesuai surat edaran petunjuk pelaksanaan dari Jaksa Agung Nomor SE-003/J.A/2/1984 tentang keterangan ahli mengenai tanda tangan dan tulisan alat bukti, dan juga proses penyidikan yang mengabaikan uji forensik terhadap alat bukti yang dinyatakan palsu ini, telah melanggar Peraturan Kapolri No 10 Tahun 2009 tentang tata cara dan persyaratan dan permintaan pemeriksaan teknis kriminalistik tempat kejadian perkara dan laboratorium kriminalistik barang bukti kepada laboratorium forensik Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan penuntutan terhadap Surat Palsu dan atau menggunakan Surat Palsu harus dilakukan Uji Forensik di Laboratorium Forensik Mabes Polri.
“Uji forensik tidak pernah dilakukan penyidik Bareskrim Mabes Polri, melainkan perkara langsung dilimpahkan saja ke Kejaksaan. Pun, perkara tanpa hasil uji forensik ini diterima begitu saja oleh Penuntut Umum Kejaksaan Agung,” bebernya.
Patut diketahui, sepeninggal Eddy Susila Suryadi, posisi Direktur Utama PT Jayakarta Balindo Bali diduduki oleh Ni Luh Widiani dengan kepemilikan saham terbesar, mencapai 99 persen. Tercatat, perusahaan memiliki dua rekening dengan nilai masing-masing Rp40 miliar dan Rp5 miliar. “Mengherankannya, perusahaan dipailitkan oleh PN Surabaya lantaran dilaporkan memiliki hutang kurang lebih sebesar Rp15 miliar,” tutur Agus lagi keheranan.
Kriminalisasi berlatar belakang perebutan harta waris almarhum Eddy Susila Suryadi, semakin tampak dari upaya paman dan adik almarhum yang juga melakukan berbagai gugatan, antara lain, pembatalan perkawinan antara Eddy Susila Suryadi dengan Ni Luh Widiani yang dari perkawinan tersebut dikaruniai anak, bernama Jovanka Amritha yang lahir pada 7 Mei 2014.
“Dalam UU Pokok Perkawinan, yang mempunyai hak untuk melakukan pembatalan perkawinan adalah anak atau istri dan suami dari tergugat. Ini pun dilakukan ketika suami istri masih hidup. Bukan dalam keadaan sudah meninggal salah satunya,” urai Agus. Tapi, aneh bin ajaib, lagi-lagi PN Denpasar mengabulkan gugatan pembatalan perkawinan mereka. “Jadi, sangat terang benderang, dengan dibatalkannya perkawinan dan dipenjarakannya Ni Luh Widiani, tujuan utamanya adalah agar seluruh harta warisan berupa saham perusahaan PT Jayakarta Balindo, tidak bisa jatuh ke tangan istri almarhum Eddy Susila Suryadi,” tukasnya.
Bagi Agus, kalau pengawasan berjalan, maka kasus seperti yang dialami Ni Luh Widiani, tidak akan terjadi.
Hingga berita diturunkan, pihak PN Denpasar belum memberikan keterangan resmi. (RN)
Be the first to comment